wibiya widget

rss

Kemampuan Awal (Prior Knowledge)

Kemampuan awal merupakan hasil belajar yang didapat sebelum mendapat kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran sehingga dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan seseorang yang diperoleh dari pelatihan selama hidupnya, dan apa yang dibawa untuk menghadapi suatu pengalaman baru. Menurut Rebber (1988) dalam Muhibbin Syah (2006: 121) yang mengatakan bahwa “kemampuan awal prasyarat awal untuk mengetahui adanya perubahan”
Gerlach dan Ely dalam Harjanto (2006:128) “Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal”. Kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
Senada disampaikan Gagne dalam Nana Sudjana (1996:158) menyatakan bahwa “kemampuan awal lebih rendah dari pada kemampuan baru dalam pembelajaran, kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.” Jadi seorang siswa yang mempunyai kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal dalam proses pembelajaran.
Kemampuan awal juga bisa disebut dengan prior knowledge (PK). PK merupakan langkah penting di dalam proses belajar, dengan demikian setiap guru perlu mengetahui tingkat PK yang dimiliki para peserta didik. Dalam proses pemahaman, PK merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi pengalaman belajar bagi para peserta didik. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa lingkungan belajar memerlukan suasana stabil, nyaman dan familiar atau menyenangkan. Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus memberikan suasana yang mendukung keingintahuan peserta didik, semangat untuk meneliti atau mencari sesuatu yang baru, bermakna, dan menantang. Menciptakan kesempatan yang menantang para peserta didik untuk ”memanggil kembali” PK merupakan upaya yang esensial. Dengan cara-cara tersebut maka pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk mengubah pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang penuh makna dan memulai perjalanan untuk menghubungkan berbagai jenis kejadian/peristiwa dan bukan lagi mengingat-ingat pengalaman yang ada secara terpisah-pisah. Dalam seluruh proses tadi, PK merupakan elemen esensial untuk menciptakan proses belajar menjadi sesuatu yang bermakna.
Dalam proses belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta didik menyaring informasi baru dan mencari makna tentang apa yang sedang dipelajari olehnya. Proses membentuk makna melalui membaca didasarkan atas PK di mana peserta didik akan mencapai tujuan belajarnya.
Menurut Sugiyarto (2009) dalam makalahnya tentang peningkatan kualitas pembelajaran dalam bidang ekologi di perguruan tinggi melalui penerapan praktikum mandiri yang disampaikan pada semiloka nasional menyatakan bahwa “kunci utama tutorial adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang atau yang disebut dengan prior knowledge. PK akan keluar dari simpanan para peserta didik apabila ada trigger atau pemicu.” Dalam proses inkuiri terbimbing siswa dipacu dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada jawaban dari permasalahan yang dihadapi sehingga siswa dapat dengan mandiri bisa menyimpulkan dan menmukan konsep-konsep dalam materi yang sedang dipelajari.
Dari uraian tersebut, maka kemampuan awal dapat diambil dari nilai yang sudah didapat sebelum materi baru diperoleh. kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. Kemampuan awal dalam penelitian ini diambil dari nilai tes perkembangan manusia sebelum memasuki materi yang baru yaitu materi sistem gerak manusia.

(RINGKASAN PENELITIAN) Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing dengan Multimedia dan Lingkungan Riil Ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Awal

Pendahuluan
Kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Kurikulum yang digunakan untuk saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau biasa disingkat dengan KTSP. Selain adanya perubahan kurikulum, juga perlu diterapkan strategi, model, teknik, pendekatan, dan metode pembelajaran yang sesuai dengan konsep yang diajarkan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran adalah sistem interaksi peserta didik dengan pendidik pada suatu lingkungan belajar pada suatu lingkungan belajar, hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003. Pembelajaran biologi akan berlangsung dengan baik jika guru dalam sebuah prosesnya memiliki dua kompetensi utama yaitu; 1. kompetensi substansi pembelajaran; 2. kopetensi metodologi pembelajaran. Selain menguasai materi yang akan disampaikan maka guru juga diharuskan menguasai metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan materi ajar yaitu mengacu pada prinsip pedagogik, antara lain memahami berbagai macam karakteristik siswa. Jika metode pembelajaran tidak menarik, maka transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa juga menjadi tidak maksimal.
Salah satu kompetensi guru yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar adalah memahami berbagai model pembelajaran dan mampu menggunakannya dengan baik. Peran utama guru adalah memberikan pengalaman dan memperkaya pengetahuan siswa dengan mengeksplorasi lingkungan dengan proses pembelajaran yang sesuai. Penggunaan media pembelajaran sebagai alat bantu sangat membantu proses pembelajaran, pada mata pelajaran biologi yang sering digunakan sebagai media adalah multimedia berbasis komputer, torso, charta,  dan lingkungan riil. Penggunaan media tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran yang disampaikan, sebagai contoh adalah materi ekologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang ekosistem. Pada kurikulum KTSP di SMA kelas X materi pokok ekosistem yang mempelajari tentang interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungan disekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kubicek (2005:1) bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran secara aktif, sehingga konsep yang dicapai lebih baik. Penelitian lain yang senada juga diungkapkan oleh Bilgin (2009:1038) juga menyebutkan bahwa siswa dengan kelompok inkuiri terbimbing yang belajar secara kooperatif mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap penguasaan konsep materi pelajaran dan menunjukkan sikap yang positif.
Namun dikalangan guru biologi, minimnya media yang digunakan pada proses pembelajaran biologi disinyalir sebagai salah satu penyebab belajar biologi menjadi terasa abstrak, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang telah disampaikan, maka alternatifnya adalah pemanfaatan perkembangan teknologi sebagai media untuk memperkukuh dan memaksimalkan prestasi belajar siswa dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor siswa atau dengan memanfaatkan kreativitas guru dengan memanfaatkan alam sebagai wahana dalam bereksplorasi dan proses penemuan yang mendukung prestasi belajar biologi siswa. Penggunaan lingkungan riil sebagi media belajar biologi yaitu memanfaatkan sawah, lapangan, sungai, hutan dan hal-hal yang bersifat langsung dengan obyek pembelajaran.
Masih banyak yang beranggapan bahwa media pembelajaran selalu terkait dengan teknologi tinggi, elektronika, digital dengan biaya mahal, contohnya yang adalah  media pembelajaran adalah media cetak, transparansi, audio, slide Suara, video, Multimedia Interaktif, e-learning. Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan pemikiran yang sempit dalam memaknai arti dari sebuah media pembelajaran.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Sambunmacan, Sragen dengan waktu penelitian pada semester II tahun pelajaran 2009/2010. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X1 dan X3 sebanyak 73 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara acak.
Penelitian ini bersifat eksperimental karena hasil penelitian ini akan menegaskan perbedaan variabel yang diteliti yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan multimedia dan lingkungan riil. Pada penelitian ini motivasi berprestasi siswa dibedakan motivasi berprestasi tinggi dan rendah, dan kemampuan awal dibedakan kemampuan awal tinggi dan rendah, untuk model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan multimedia dan lingkungan riil. Rancangan desain yang digunakan adalah desain Anava 3 jalan 2x2x2.
Uji persyaratan analisis dengan menggunakan uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan software minitab 15.1.2 dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 = sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 = sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data prestasi belajar versus motivasi berprestasi, prestasi belajar versus kemampuan awal, dan prestasi belajar versus  media yang digunakan Tes-F dan Tes-Levene, dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 = sampel berasal dari populasi tidak homogen
H1 = sampel berasal dari populasi homogen
Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan metode analisis variansi tiga jalan dengan isi sel tidak sama apabila p-value lebih kecil daripada alpha maka dilanjutkan dengan u ji lanjut analisis variansi yaitu uji lanjut hipotesis.
Hasil dan Pembahasan Penelitian
1.    Hipotesis 1
Berdasarkan keputusan uji maka Ho1 ditolak maka terdapat pengaruh perbedaan pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan multimedia dengan lingkungan riil terhadap prestasi belajar biologi hal tersebut ditinjukkan dari harga p-value yaitu 0,013 hal tersebut juga didukung dari niali rata-rata prestasi belajar menunjukkan perbedaan yang relatif besar yaitu 60,32 pada kelompok belajar dengan lingkungan riil sedangkan pada kelompok multimedia adalah 55,34. Selisih rata-rata prestasi dengan penggunaan media tersebut adalah 4,98. Berdasarkan data rata-rata prestasi belajar tersebut dan didukung dengan hasil uji lanjut analisis variansi maka dapat disimpulkan bahwa media riil lingkungan sebagai wahana dalam belajar ekosistem memberikan pengaruh yang lebih baik daripada menggunkan multimedia.
 Menurut I Wayan Santyasa (2007:7) dalam makalahnya yang berjudul landasan konseptual media pembelajaran menyatakan bahwa “kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak”. Penerapan lingkungan sekolah sebagai media untuk belajar ekosistem adalah sebuah cara yang dilakukan oleh guru untuk bisa menghadapkan siswa langsung pada objek yang dipelajarinya. Sumber belajar lingkungan riil ini akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan siswa karena mereka belajar tidak terbatas oleh empat dinding kelas, Selain itu kebenarannya lebih akurat, sebab anak dapat mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut.
Pembelajaran ekosistem pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Sambungmacan dengan mengajak untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan untuk dijadikan siswa sebagai sarana belajar untuk belajar aktif dalam berinkuiri maka siswa akan mendayagunakan seluruh organ-organ tubuhnya, indera-indera, dan pikirannya untuk belajar. Siswa dapat memegang, mengamati secara langsung obyek yang dipelajarinya sehingga dalam memahami konsep-konsep menjadi mudah. Selain itu siswa juga mampu mendeskripsikan serta mengelompokkan berdasarkan pada karakteristik yang telah dibaca, sebagai contoh adalah ketika siswa disuruh mengelompokkan komponen ekosistem pada pertemuan pertama. Siswa bekerja sama dalam kelompoknya mendefinisikan dan menyebutkan contoh-contoh komponen biotik maupun abiotik dalan ekosistem sawah.
Juniman Silalahi (2008:100-105) dalam penelitiannya membuktikan bahwa proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran sangat erat kaitannya dengan lingkungan atau suasana tempat proses pembelajaran tersebut berlangsung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa iklim kelas akan meberikan pengaruh yang buruk terhadap motivasi belajar siswa, begitu juga sebaliknya iklim kelas yang baik iklim kelas maka senakin tinggi motivasi siswa dalam belajar. Lingkungan disekitar SMA Negeri 1 Sambungmacan sangat mendukung untuk belajar materi ekosistem, terlihat pada disekitar sekolah terdapat hutan buatan, area persawahan, sungai, dan lapangan. Dengan demikian siswa akan mudah mempelajari dan membandingkan antara ekosistem satu dengan yang lainnya. Hal tersebut akan berbeda apabila dibandingkan dengan kelompok eksperimen yang menggunakan multimedia dalam berinkuiri. Siswa hanya bisa mengamati pada slide proyektor saja kemudian menjawab pertanyaan pada lembar kerja siswa. Keaktifan sudah tampak terlihat namun dukungan dari kerja organ-organ tubuh mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi. Siswa yang aktif baik organ mapun pikiran dan didukung suasana belajar yang tidak terbatas pada ruang kelas lebih memberikan materi yang berkesan dan bermakna pada siswa.
2.    Hipotesis 2
Berdasarkan keputusan uji hipotesis bahwa harga pada p-value = 0,821 atau (p > α) maka dinyatakan H02 tidak ditolak, hal ini berarti tidak terdapat pengaruh perbedaan antara siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah terhadap prestasi belajar biologi. Secara umum dapat dikatakan motivasi berprestasi tinggi dan rendah tidak dipengaruhi oleh motivasi berprestasi. Motivasi untuk berprestasi disatu waktu akan berbeda pada waktu yang lain, hal tersebut juga didukung dengan kondisi psikologis seseorang yang berada pada masa remaja yaitu transisi dari anak-anak menuju dewasa seperti halnya pada siswa kelas X. Masalah yang sangat kompleks dialami pada masa remaja, besarnya rasa ingin tahu dan keninginan untuk mencoba segala sesuatu semakin bertambah dan menjadi sebuah kebutuhan psikologis, maka terjadilah banyak masalah karena masih kurangnya pengetahuan dan pengalaman hidup. Sebagai contoh adalah mulai tertarik pada lawan jenis dan kebutuhan diakui dalam sebuah kelompok teman sebayanya. Apabila hal tersebut tidak terjadi sesuai yang diinginkan maka akan berpengaruh terhadap motivasi siswa untuk belajar dan mendapatkan prestasi yang diharapkan sehingga dala kesehariannya siswa menjadi kurang berkonsentrasi terhadap pelajaran. Opini yang tertanam dalam budaya di masyarakat, bahwa wanita akan mendapat penolakan apabila mempunyai prestasi yang tinggi, hal tersebut yang bisa menjadi indikator wanita menjadi kurang bisa menetapkan tujuannya. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan terdiri lebih banyak siswa wanita daripada laki-laki.
3.    Hipotesis 3
Berdasarkan hasil uji hipotesis didapat harga pada p-value = 0,014 (p < α) maka dinyatakan H03 ditolak, hal ini mempunyai arti bahwa terdapat pengaruh perbedaan antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah terhadap prestasi belajar biologi. Kemampuan awal dalam belajar biologi akan menentukan kelancaran siswa dalam memhami materi yang sedang dipelajarinya. Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi adalah siswa yang sudah memahami sebagian besar dasar-dasar dalam belajar ekosistem, sedangkan siswa dengan skor kemampuan awal rendah adalah kebalikannya yaitu siswa yang kurang memahami sebagian besar materi dasar dalam belajar ekosistem. Berdasarkan hail uji lanjut pada kemampuan awal terhadap prestasi belajar biologi didapat bahwa siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi memberika pengaruh posistif yang signifikan sedangkan kemampuan awal rendah memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap prestasi belajar biologi. Hasil tersebut sependapat dengan penelitian Andi Sutonda Situmorang (2008), yang menunjukkan bahwa kemampuan awal tinggi memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar, yaitu siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan awal rendah. Dengan dasar pengetahuan yang tinggi siswa akan lebih berorientasi dalam mengembangkan pemahaman materi pengetahuannya sedangkan siswa yang kemampuan awalnya masih kurang harus belajar dua kali yaitu memahami materi dasar dan materi yang sedang dipelajarinya. Maka siswa yang mempunyai kesiapan kemampuan awal dalam belajar ekosistem akan mendapatkan nilai yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai pemahaman materi dasar atau kemampuan awal dalam belajar ekosistem.
4.    Hipotesis 4
Berdasarkan keputusan uji harga pada p-value = 0,125 atau (p > α) maka dinyatakan H04 diterima, hal ini mempunyai arti bahwa tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran dengan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar biologi. Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara motivasi berprestasi tinggi dan rendah dengan penggunaan media terhadap prestasi belajar biologi. Pengaruh yang diberikan motivasi berprestasi tinggi merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan motivasi berprestasi rendah. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan oleh motivasi berprestasi rendah terhadapa prestasi belajar biologi merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan motivasi berprestasi tinggi. Dua variabel yang diteliti tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi yang signifikan antara motivasi berprestasi tinggi dengan motivasi berprestasi rendah.
Pernyataan J.J. Rousseau dengan teorinya “kembali ke alam” seperti yang dikutip oleh Oemar Hamalik (2009:194) bahwa “alam menunjukkan pengaruh yang begitu penting terhadap perkembangan anak didik”. Maka dai itu, pendidikan sebaiknya dilakukan pada alam yang bersih, tenang, suasana yang menyenangkan, dan segar sehingga mendukung perkembangan pengetahuan dan memotivasi siswa untuk terus mencapai tujuan belajar.
5.    Hipotesis 5
Berdasarkan keputusan uji hipotesis harga pada p-value = 0,801 atau (p > α) maka dinyatakan H05 diterima, hal ini mempunyai arti bahwa tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar biologi. Pada penelitian ini ditemukan tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan awal dengan media pembelajaran terhadap prestasi belajar biologi pada materi pokok ekosistem. Pengaruh yang diberikan kemampuan awal terhadap prestasi belajar biologi adalah pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan media pembelajaran, dan begitu juga sebaliknya pengaruh yang diberikan media pembelajaran terhadap prestasi belajar adalah pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan kemampuan awal siswa. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpilkan tidak ada interaksi yang signifikan antara media pembelajaran dengan kemampuan awal. Namun demikian bukan berarti tidak ada interakasi sama sekali antara kemampuan awal dengan dengan multimedia dan lingkungan riil terhadapap prestasi belajar biologi. Prestasi belajar rata-rata dengan kemampuan awal tinggi adalah 57,77 pada Multimedia dan 64,94 pada lingkungan riil sedangkan nilai rata-rata kemampuan awal rendah adalah 52,64 untuk multimedia dan 62,5 pada lingkungan riil. Berdasarkan data-data pada penelitian ini, ditemukan bahwa siswa dengan kemampuan awal tinggi maupun rendah pada materi ekosistem lebih cocok menggunakan lingkungan riil sebagi media pembelajaran daripada menggunakan multimedia.
6.    Hipotesis 6
Berdasarkan keputusan uji hipotesis harga pada p-value = 0,120 atau (p > α) maka dinyatakan H06 diterima, hal ini mempunyai arti bahwa tidak terdapat interaksi antara motivasi berprestasi dengan kemampuan awal siwa terhadap prestasi belajar biologi.
Didalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemampuan awal terhadpa prestasi belajar. Pengaruh yang diberikan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar merupakan yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan kemampuan awal. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan oleh kemampuan awal terhadap prestasi belajar merupakan prestasi yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan motivasi berprestasi. Dua variabel yang diteliti tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemampuan awal.
7.    Hipotesis 7
Pada hipotesis ke-7 dari tabel 4.10 harga pada p-value = 0,871 atau (p > α) maka dinyatakan H07 diterima, hal ini mempunyai arti bahwa tidak terdapat interaksi antara motivasi berprestasi dan kemampuan awal dengan media pembelajaran multimedia dan lingkungan riil siswa tehadap prestasi belajar biologi.
Hipotesis 7 merupakan hipoetsis untuk interaksi orde dua (second mark interaction) yang merupakan interaksi antara sepasang variabel dengan variabel ketiga. Interaksi antara sepasang variabel yang dikenal dengan interaksi orde pertama (first rank interaction) terdapat pada hipotesis 4, 5, dan 6. Berdasarkan pengujian hipotesis 4, 5, dan 6 tidak terdapat interaksi yang signifikan untuk interaksi orde pertama, maka tentunya interaksi orde kedua juga tidak ada.

PEMBELAJARAN DISCOVERY-INQUIRY


1.    Definisi/pengertian pembelajaran Discovery-Inquiry
     Pembelajaran discovery-inquiry bertolak dari pandangan  bahwa siswa sebagai subyek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses perkembangan harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Bertolak dari hal tersebut ada beberapa pendapat mengenai definisi dari pembelajaran Discovery-Inquiry diantaranya adalah: Sund (1975) dalam Moh. Amien (1979: 5) menyatakan bahwa ”Discovery adalah proses mental dimana individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip”. Sedangkan menurut Roestiyah (2002: 20) ”Discovery learning ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melaui tukar pendapat,  dengan diskusi, membaca sendiri, dan mencoba sendiri agar anak belajar sendiri”.
Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 22) ”Inquiry-discoveri learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri”. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery-inquiry adalah suatu kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri, mencoba sendiri sehingga menemukan konsep sendiri.
     Pembelajaran discovery harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan proses penemuan. Inquiry dibentuk dan meliputi discovery, karena siswa harus harus menggunakan kemampuan discovery dan lebih banyak lagi. Dengan kata lain inquiry adalah suatu proses perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara-cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery-inquiry mengandung proses-proses yang lebih tinggi tingkatannya.
Berdasarkan berbagai definisi pembelajaran discovery-inquiry di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran discovery-inquiry merupakan pembelajaran yang menitik beratkan pada proses pemecahan masalah, sehingga siswa harus melakukan eksplorasi berbagai informasi agar dapat menentukan konsep mentalnya sendiri dengan mengikuti petunjuk guru berupa pertanyaan yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Peran guru dalam pembelajaran discovery-inquiry adalah: pertama, menciptakan suasana yang memberi peluang untuk berpikir bebas dalam bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah; kedua, sebagai fasilitator dalam penelitian; ketiga, rekan diskusi dalam pencarian alternatif pemecahan masalah; dan yang keempat, pembimbing penelitian, pendorong keberanian berfikir alternatif dalam pemecahan masalah. Sedangkan peranan siswa adalah: pertama, mengambil prakasa dalam menemukan masalah dan merancang alternatif  pemecahan masalah; ketiga, aktif mencari informasi dan sumber-sumber belajar; ketiga, menyimpulkan dan analisis data; keempat, melakukan eksplorasi untuk memecahkan masalah; dan kelima, mencari alternatif masalah bila terjadi kebuntuan.
Pembelajaran discovery-inquiry dalam kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran modern yang sangat didambakan  untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan  kultur bisu tidak akan terjadi apabila pembelajaran discovery-inquiry digunakan. Pembelajaran discovery-inquiry dapat dilaksanakan apabila dipenuhi syarat-syarat berikut: a. guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas (personal bersumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa/problematik) dan sesuai dengan daya nalar siswa; b. guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan; c. adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup; d. adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya, dan, berdiskusi; e. guru tidak ikut campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan siswa.
2.    Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Discovery-Inquiry
Setiap model pembelajaran yang digunakan memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pada pembelajaran discovery-inquiry siswa dirancang untuk menemukan sendiri konsep ilmu yang akan dipelajari sehingga diharapkan dari penemuan sendiri suatu konsep oleh siswa selain lebih mudah dimengerti dan diingat, juga dapat menumbuhkan motivasi intrinsik siswa karena siswa merasa puas atas hasil dari penemuan mereka. Pembelajaran ini membutuhkan waktu yang cukup banyak, karena dalam prosesnya siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang harus dipecahkan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber serta melakukan uji coba sendiri. Apabila selama proses penemuan konsep kurang terbimbing atau kurang terarah, maka akan terjadi kekacauan dan kekaburan atas konsep yang dipelajari.
Menurut Roestiyah (2002 : 20-21) model pembelajaran discovery-inquiry memiliki kelebihan dan kekurangan:
Kelebihan model pembelajaran discovery-inquiry yaitu:
a.    Mampu mengembangkan penguasaan ketrampilan untuk berkembang dan maju dengan menggunakan potensi yang ada pada diri siswa itu sendiri;
b.    Mampu memberikan motivasi belajar, memperkuat, dan menambah kepercayaan pada diri siswa dengan proses menemukan sendiri.
          Kekurangan model pembelajaran discovery-inquiry yaitu:
a.    Siswa harus ada kesiapan, kemampuan, dan keberanian untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan lebih baik;
b.    bila kelas terlalu besar, maka bentuk ini akan kurang berhasil. 
Menurut Jerome Bruner dalam Moh. Amien (1979 : 12) beberapa keuntungan pembelajaran penemuan adalah: a. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide dengan lebih baik, b. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi-situasi dalam proses belajar mengajar yang baru, c. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, d. Mendorong siswa untuk berpikir inklusif dan merumuskan hipotesisnya sendiri, e. Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik, f. Situasi proses belajar mengajar lebih merangsang.
3.    Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran Discovery-Inquiry
Pembelajaran yang dilakukan dengan discovery-inquiry adalah pembelajaran dimana metode-metode tersebut dilakukan tidak lepas dan tetap berpijak pada langkah-langkah discovery-inquiry. Secara garis besar prosedur pelaksanaan pembelajaran discovery menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002:22) adalah sebagai berikut :
a..Stimulation : guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh anak didik membaca ataupun mendengarkan uraian yang membuat persoalan, b. Problem statement : memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi berbagai persoalan, c. Data collection : perngumpulan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati obyek, wawancara dengan nara sumber atau melakukan uju coba sendiri dan lain-lain oleh siswa, d. Data prossesing: pengolahan, pengacakan, pengklasifikasian, pentabulasian bahkan penghitungan data pada tingkat kepercayaan tertentu, e. Verification atau pembuktian : pembuktian dari hipotesis atau pernyataan yang telah dirumuskan berdasarkan hasil pengolahan informasi yang telah ada, f. Generalization : berdasarkan hasil verifikasi, siswa menarik kesimpulan atau genaralisasi tertentu
4.    Bentuk/macam-macam pembelajaran Discovery-Inquiry
Menurut Moh. Amien (1979: 15) bahwa pengembangan kemampuan “discovery inquiry” pada diri siswa melalui pengajaran science dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan antara lain:
a.    guided discovery-inquiry
b.    discovery-inquiry bebas
c.    discovery-inquiry  bebas yang dimodifikasi
d.    inquiry role approach
e.    invitation into inquiry
f.      pictorial riddle
g.    synectic lesson
Dari beberapa jenis tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut:
a.       Discovery-Inquiry Terbimbing (Guided Discover-Inquiryy)
Salah satu pengembangan kemampuan “discovery-inquiry” pada diri siswa melalui pengajan science dapat dilukiskan dengan kegiatan guided discovery-inquiry laboratory lesson. Menurut Moh. Amien (1979 : 15) “Istilah “guided discovery-inquiry” digunakan apabila didalam kegiatan “discovery-inquiry” guru menyediakan bimbingan/ prtunjuk yang cukup luas kepada siswa, sebagian perencanaan dibuat oleh guru”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa guided discovery-inquiry atau discovery-inquiry tebimbing adalah kegiatan pembelajaran penemuan, di mana permasalahan/problem diberikan oleh guru.
Siswa tidak merumuskan problema. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru. Menurut Moh. Amien (1979 : 15-16) Pada umumnya suatu “guided discovery lab lesson” terdiri dari: 1) Pernyataan problema : problema untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagi pertanyaan atau peryataan biasa; 2) Prinsip atau konsep yang diajarkan : prinsip-prinsip dan/atau konsep-konsep yang harus ditemukan oleh siswa melalui kegiatan, harus ditulis dengan jelas dan tepat; 3) Alat/Bahan : alat/bahan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa untuk melakukan kegiatan; 4) Diskusi pengarahan : berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa (kelas) untuk didiskusikan sebelum para siswa melakukan kegiatan “discovery-inquiry”; 5) Kegiatan discovery-inquiry : kegiatan metoda “discovery-inquiry” oleh siswa berupa kegiatan percobaan/penyelidikan yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan konsep-konsep dan/atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh guru; 6) Proses berpikir siswa : proses berpikir kritis dan ilmiah menunjukkan tentang “mental operation: siswa yang diterapkan selama kegiatan berlangsung; 7)  Pertanyaan yang bersifat “open-ended” : pertanyaan yang bersifat “open-ended” :  harus berupa pertanyaan yang mengarah ke pengembangan tambahan kegiatan penyelidikan yang dapat dilakukan oleh siswa; 8) Catatan guru : catatan guru berupa catatan-catatan lain yang meliputi : penjelasan tentang hal-hal atau bagian-bagian yang sulit dari kegiatan/pelajaran, isi/materi pelajaran yang relevan dengan kegiatan, faktor-faktor variable yang dapat mempengaruhi hasi.
b.      Discovery-Inquiry Bebas (Free Discuvery-Inquiry)
Discover-inquiryy bebas merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang memberi kebebasan siswa untuk menentukan masalah sendiri, mencari konsep, dan merancang eksperimen sampai mencari kesimpulan. Di sini guru hanya sebagai teman belajar apabila diperlukan sebagai tempat bertanya. Biasanya discovery bebas tidak berjalan, siswa masih memerlukan bimbingan
c.         Discovery-Inquiry Bebas Termodifikasi (Modified Free Discovery-Inquiry)
Model pembelajaran discovery-inquiry bebas termodifikasi merupakan suatu kegiatan discovery-inquiry bebas tetapi dalam penemuan masalahnya diberikan oleh guru. Pada pembelajaran ini guru memberikan masalah tersebut melalui pengamatan, eksplorasi atau prosedur penelitian untuk memperoleh jawaban dan siswa harus di dorong untuk memecahkan masalah dalam kerja kelompok atau perorangan.
d.      Inquiry Role Approach (I.R.A)
Menurut Moh. Amien (1979: 21) inquiry role approach (I.R.A) merupakan kegiatan proses belajar-mengajar yang melibatkan siswa dalam team-team yang masing-masing terdiri dari 4 anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota team diberi tugas suatu perananan yang berbeda-beda sebagai berikut: 1) team coordinator; 2) technical advisor; 3) data recorder; 4) proses evaluator. Anggota team menggambarkan peranan-peranan di atas, bekerja sama untuk memecahkan problem-problem yang berkaitan dengan topic yang disetudi. Misalnya: populasi burung, tingkah laku tikus, anak abnormal, dan sebagainya
e.       Pictorial Riddle
Menurut Moh. Amien (1979: 23) Pembelajaran dengan menggunakan”pictorial riddle” adalah salah satu teknik/metoda untuk mengembangkan motivasi dan interest siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar peraga atau situasi yang sesunggunya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatip siswa. Suatu “riddle” biasanya berupa gambar di papann tulis dan sebagainya, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan “riddle”.

Pasti Ku Bisa (Aku Pasti Bisa)

Lihat apa yang terjadi
Dengan semua rencanaku
Hancur semua berantakan

Dia berjalan keluar dari lingkaran hidupku
Bebas kulepaskan dia
Akupun mulai berdendang

Pasti ku bisa melanjutkannya
Pasti ku bisa menerima dan melanjutkannya
Ooh pasti ku bisa menyembuhkannya
Cepat bangkit dan berfikir
Semua tak berakhir disini

Merasakan pandanganmu
Penuh cerita dan luka
Memang begitulah semua

Jangan pernah kau menunggu
Keajaiban dunia
Bukalah satu tujuan

Pasti kau bisa melanjutkannya
Pasti kau bisa menerima dan melanjutkannya
Ooh pasti kau bisa menyembuhkannya
Cepat bangkit dan berfikir
Semua tak berakhir disini

Pasti ku bisa melanjutkannya
Pasti ku bisa menerima dan melanjutkannya
Ooh pasti ku bisa menyembuhkannya
Cepat bangkit dan berfikir
Semua tak berakhir disini


 

Komentar

Tag

Bahan Ajar (42) Biologi (33) Fisika (20) Guru (30) IPA (44) Kesehatan (11) Kimia (25) Kuliah (26) Media (3) Pembelajaran (56) Pendidikan (58) Penelitian (13) PLH (1)

Follower

Histats

Most Wanted