wibiya widget

rss

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN DALAM EKOSISTEM [IPA SMK KELAS XII]

Gb. Kerbau dan Burung Jalak

  • Komponen biotik dan abiotik bukan merupakan satu kesatuan yang tidak berdiri sendiri dalam suatu ekosistem. Kompenen tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya. Contoh: suatu tumbuhan dapat hidup dengan baik karena air, tanah, udara dan cahaya matahari.
  • Hasil pernafasan pada makhluk hidup berupa karbndioksida yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan oleh tumbuhan sebagai bahan fotosintesis
  • Makhluk hidup menghasilkan sisa pencernaan, bahkan mati sehingga nantinya akan diuraikan oleh dekomposer. Hasil penguraian berupa unsur-unsur hara yang kemudian dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk pertumbuhan
1.    Interaksi antar komponen biotik
  • Interaksi makhluk hidup terjadi di dalam ekosistem, baik saling menguntungkan, menguntungkan salah satu pihak, maupun merugikan salah satu pihak.
  • Interaksi terjadi karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga makhluk hidup akan bergantung dengan makhluk hidup yang lainnya.
  • Diantara tiap komponen penyusun ekosistem terjadi interaksi: antar organisme, antar populasi, antar komunitas, antara komponen biotik dan komponen abiotik.
a.       Interaksi antar organisme
Jenis interaksi antar organisme antara lain: mutualisme, komensalisme, Predasi, kompetisi, Parasitisme, Netral .
1)      Mutualisme
Merupakan hubungan/interaksi antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Contoh: Bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan, Kerbau dengan burung jalak.
2)      Komensalisme
Merupakan hubungan antara dua jenis organisme yang berbeda spesies di mana salah satu spesies diuntungkan, sedangkan spesies yang lain tidak dirugikan/diuntungkan.
Contoh: tanaman bunga anggrek sebagai tumbuhan epifit pada tumbuhan mangga.
3)      Predasi
Merupakan hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator), hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa perdator tidak bisa hidup.
Proses interaksi yang terjadi bisa berupa antar hewan, hewan dengan tumbuhan dan tumbuha predator dengan mangsanya. Jumlah populasi predator dengan mangsa berbanding lurus.
Contoh: Singa memangsa rusa, kuda memangsa rumput, bunga Dionaea muscipula yang memangsa serangga yang hinggap dijebakannya.
4)      Kompetisi
Terjadi karena persaingan makhluk hidup untuk memperoleh kebutuhan hidup dan kekuasan salah satu atau semua hal tersebut.
Contoh: Kuda dan sapi yang hidup di padang rumput yang sama akan saling berkompetisi untuk memperoleh makanan (rumput).
5)      Parasistisme
Hubungan antar organisme yang berbeda spesies di mana akibat dari hubungan tersebut terdapat pihak yang dirugikan (inang) dan pihak yang diuntungkan (parasit).
Contoh: Plasmodium dengan manusia, Taenia saginata dengan sapi, benalu dengan pohon inang, kutu dengan manusia.
6)       Netral
Merupakan hubungan yang tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat yang sama, hal ini bersifat netral yaitu tidak diuntungkan dan juga tidak dirugikan.
Contoh: Capung dengan sapi.
b.      Interaksi antar populasi
Contoh interaksi antar populasi adalah alelopati, yaitu interaksi antar populasi di mana populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi yang lain. Pada mikrorganisme, alelopati dikenal dengan istila anabiosa.
Misalnya: Rumput teki menghasilkan zat kimai yang bersifat toxic yang dapat menghalangi tumbuhan yang lainnya, Jamur Penicillium sp menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
c.        Interaksi antar komunitas
Interaksi antar komunitas cukup kompleks karena tidak hanya melibatkan organisme, tetapi juga aliran enrgi dan makanan. Interaksi ini dapat diamti pada daur carbon (karena melibatkan ekosistem yang berbeda (laut dan darat).
d.      Interaksi antar komponen biotik dan abiotik
Interaksi ini menyebabkan terjadinya aliran energi dalam ekosistem. Selain aliran energi di dalam ekosistem juga terdapat struktur atau tingkatan trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi. Dengan demikian ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya.

Rekombinasi Deoxyribolnucleic Acid (DNA)


 Setiap makhluk hidup mempunyai gen. Gen merupakan penentu sifat yang terdapat di dalam kromosom. Apabila gen ini berubah, maka sifat dari makhluk hidup juga berubah, sehingga banyak ahli yang memanfaatkan untuk mengubah gen dengan tujuan mendapatkan organisme baru yang memiliki sifat sesuai yang dikehendaki. Proses pengubahan gen-gen ini disebut dengan nama rekayasa genetika. Ada beberapa macam rekayasa genetika di antaranya adalah rekombinasi DNA, fusi sel, dan transfer inti. Rekombinasi DNA merupakan hal yang mendasar dan sangat penting dalam makhluk hidup adalah jika terjadi proses reproduksi secara seksual yang normal, maka akan terjadi pemisahan dan penggabungan kembali molekul-molekul DNA dari kromosom. Teknik pemisahan dan penggabungan ini dijadikan oleh ilmuwan untuk lebih dikembangkan. Setiap jenis makhluk hidup mempunyai struktur DNA yang sama, untuk itulah DNA dari satu spesies dapat disambungkan dengan DNA dari spesies yang lain, dengan tujuan agar mendapatkan sifat yang baru. Proses penyambungan ini dikenal dengan nama rekombinasi DNA. Misalnya, telah ditemukannya gen seekor sapi yang berhasil dipindahkan ke dalam bakteri sehingga bakteri tersebut telah menerima gen asing yang tepat seperti gen aslinya. Gen ini akan mempunyai sifat-sifat dari sapi tersebut dan akan mempunyai sifat gen baru disebut gen yang diklon. (Watson,dkk 1988).
Rekayasa genetik dapat mengubah genotipe suatu organisme dengan cara mengenalkan gen-gen baru yang belum dimiliki oleh suatu spesies. Teknik menyambung gen ini telah berhasil dan sukses dalam menghasilkan gen baru. Para ahli menggunakan teknik rekayasa genetika dengan menggunakan mikroba-mikroba seperti bakteri untuk membuat substansi yang tidak dapat dibuat oleh organisme yang direkayasa. Tetapi pengenalan gen-gen dalam bakteri jauh lebih sulit, karena para ahli harus mendapatkan gen yang diinginkan kemudian menggabungkan ke dalam DNA dari bakteri (Kimbal, John W. 1989).
Gen yang diinginkan ini akan dihubungkan menjadi suatu lingkaran DNA bakteri kecil yang disebut dengan plasmid. Kemudian plasmid ini siap untuk memasuki sel bakteri dan akan direplikasi bersama-sama DNA selnya sendiri. Dengan cara ini, maka semua gen plasmid dan sel-selnya sama seperti gen-gen aslinya. Selanjutnya, plasmid ini akan diteruskan dari satu sel ke sel lainnya dengan cara transformasi. Untuk menghubungkan gen-gen asing ke dalam plasmid memerlukan rekombinasi genetik. (Milkman and Bridges,1993).
Berbagai penyakit viral diperkirakan akan bisa disembuhkan dengan vaksinasi jenis baru. Vaksin baru ini dibuat dari protein bibit penyakit yang dipisahkan melalui rekayasa genetik. Protein pembangkit antibodi ini aman karena sifat-sifat bibit penyakitnya telah dilumpuhkan sama sekali. Bila dibandingkan, vaksin di masa kini dibuat dari bibit penyakit yang masih membawa sifat-sifatnya (yang dilemahkan). Pengembangan rekayasa genetik yang paling spektakuler dan mungkin menentukan perkembangan di bidang kedokteran adalah teknik pembuatan antibodi monoklonal. Teknik yang ditemukan dua ilmuwan Georges Kohler dan Cesar Milstein di tahun 1975 ini mampu memisahkan antibodi yang khas dari jutaan jenis antibodi yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka, suatu antibodi dapat dengan pasti mengatasi suatu penyakit. Percobaan Kohler-Milstein, pada awalnya, adalah mencari antibodi untuk mengatasi kanker. Pada eksperimentasi itu, kedua penemu menyatukan sel-sel pembuat antibodi yang didapat dari tikus yang sudah dijangkiti kanker, dengan sel-sel kankernya. Sel-sel hasil gabungan, yang dikenal dengan nama sel-sel hibridomas, ternyata mampu menghasilkan antibodi yang khas untuk menghadapi kankernya dalam suatu koloni jaringan (Roberts, dkk. 1995).
Kloning gen dalam akukultur sekarang sangat berguna dalam memperbanyak serta menyimpan baik insulin maupun protein-protein penyandi gen tertentu yang nanti akan digunakan dalam kepentingan akuakultur. Pengklonan gen GFP (Green Fluorescent Protein) yang berasal dari ubur-ubur Aequorea Victoria pada masa sekarang lagi maraknya. Para peneliti dan ilmuwan banyak menggunakan bakteri seperti E.coli sebagai tempat insersi protein GFP ini. Selain itu kloning gen mampu memproduksi insulin. Fragmen DNA spesifik penyandi insulin di isolasi dan diklon dalam suatu vektor sehingga  membentuk DNA rekombinan yang selanjutnya dapa memproduksi insulin. Jenis bakteri E.coli digunakan karena mudah diinsersi dan DNA juga mudah melewati membran dari jenis bakteri ini selain bakteri ini memiliki kompeten sel yang bagus.

INSULIN


Pengertian Insulin
Insulin adalah hormon dari jenis protein yang tersusun dari 51 asam amino. Urutan asam amino menentukan fungsi protein. Untuk itu pembacaan urutan asam amino protein sangat penting dalam mempelajarinya. Karena ada 20 jenis asam amino dalam alam, jadi ada 2051 atau 2,2 x 1066 kemungkinan sekuen untuk protein sekecil insulin.
 Frederick Sanger dari Medical Research Council (MRC) dari Inggris adalah orang pertama yang berhasil membaca sekuen protein menggunakan insulin. Cara yang dikembangkan Sanger yaitu dengan menandai asam amino yang berada di ujung awal sekuen protein dengan menggunakan senyawa kimia tertentu, lalu memisahkan asam amino itu dengan larutan asam. Hal ini dilakukan berulang kali sampai semua asam amino itu dapat diuraikan. Kemudian masing-masing komponen itu ditentukan jenisnya dengan teknik kromatografi kertas. Karena insulin memiliki 6 buah asam amino Cysteine yang membentuk 3 jembatan disulfida, maka tingkat kerumitannya menjadi lebih tinggi sebab ada puluhan kemungkinan pasangan Cysteine yang membentuk jembatan disulfida itu. Saat ini pembacaan sekuen asam amino protein sudah menjadi aktivitas rutin (F. Sanger and E. O. Thompson, 1953).
Fungsi suatu protein selain ditentukan oleh urutan asam aminonya juga dipengaruhi oleh struktur 3 dimensinya (3D). Sehingga, urutan asam amino yang membentuk rantai polipeptida ini harus melalui tahapan melipat (folding). Penentuan struktur 3D protein memberikan gambaran detil bagaimana protein itu bekerja. Insulin merupakan salah satu protein yang struktur 3D dijelaskan pertama kali. Menggunakan teknik kristalografi sinar X, peneliti perempuan dari Universitas Oxford, Inggris, Dorothy Hodgkin mendapat Hadiah Nobel Kimia 1964 atas jasanya menjelaskan struktur senyawa biokimia penting seperti vitamin. antibiotik dan hormon insulin (Lubert Stryer, 1988).




PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI LAUT


BAB 1
KEANEKARAGAMAN HAYATI

A.  PENGERTIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Menurut Direktorat Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkunga Hidup (2004:6) pengertian atau definisi keanekaragaman hayati dapat diartikan dari berbagai aspek, berikut adalah uraian dari berbagai aspek:
·      Keankeragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambar keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi diantara berbagai makhluk hidup serta antara mereka dengan lingkungannya;
  • Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia;
  • Keanekaragaman hayati ialah fungsi-fungsi ekologi atau layanan alam, berupa layanan yang dihasilkan oleh satu spesies dan/atau eksosistem (ruang hidup) yang memberi manfaat kepada spesies lain termasuk manusia (McAllister 1998);
  • Kenekaragaman hayati merujuk pada aspek keseluruhan dari sistem penopang kehidupan, yaitu mencakup aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan serta aspek sistem pengetahuan dan etika, dan kaitan di antara berbagai aspek ini;
  • Keanekaan sistem pengetahuan dan kebuadayaan masyarakat juga terkait dengan kenakeragaman hayati.
Keanekaragaman, merupakan fenomena normal pada makhluk hidup. Baik dalam kehidupan tumbuhan, hewan maupun manusia. Keanekaragaman ini mudah diamati dari penampilan luar yang merupakan kumpulan ciri-ciri setiap makhluk hidup. Berbagai ciri menunjukkan kesamaan, sementara beberapa ciri lain menunjukkan perbedaan (Abdul Salam, 1994).
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris : biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, danmikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis (wikipedia).
Jadi, keanekaan hayati secara sederhana dapat dijelaskan sebagai keanekargaman tumbuhan atau binatang yang terdapat di suatu daerah tertentu. Manusia menyadari bahwa kegiatan hidupnya telah merusak berbagai tipe kehidupan di bumi, manusia selalu bergantung pada keanekaragaman kehidupan di bumi untuk mendapatkan kebutuhan pokoknya seperti makanan, pakaian dan obat-obatan. Berbagai ragam kebutuhan hidup telah menyebabkan manusia berusaha untuk mengembangkan dan mengelola tanaman dan binatang yang produktif dan tahan penyakit. manusia membutuhkan obat-obatan yang diektrak dari berbagai jenis tumbuhan dan binatang.
Tabel 1.1
Peringkat negara dengan keanekaragaman dan endemisme tertinggi di dunia
Negara
Nilai Keanekaragaman
Nilai Endemisme
Nilai Total
Brazil
30
18
48
Indonesia
18
22
40
Kolombia
26
10
36
Australia
5
16
21
Mexico
8
7
15
Madagaskar
2
12
14
Peru
9
3
12
Cina
7
2
9
Filipina
0
8
8
India
4
4
8
Ekuador
5
0
5
Venezuela
3
0
3

B.  Tingkatan Keanekaragaman hayati 
Keanekaragaman hayati biasanya dipertimbangkan pada tiga tingkatan: keragaman genetik, keragaman spesies dan keragaman ekosistem.
·       Keragaman genetik merujuk kepada perbedaan informasi genetik yang terkandung dalam setiap individu tanaman, hewan dan mikroorganisme.  Keragaman genetik terdapat di dalam dan antara satu populasi spesies maupun spesies yang berbeda.
·       Keragaman spesies merujuk pada berbedanya spesies-spesies yang hidup. 
·       Keragaman ekosistem berkaitan dengan perbedaan dari habitat, komunitas biotik, dan proses ekologi, termasuk juga tingginya keragaman yang terdapat pada ekosistem dengan perbedaan habitat dan berbagai jenis proses ekologi.
1.   KERAGAMAN GENETIK
Ciri-ciri fisik luar pada setiap makhluk hidup yang tampak secara visual akan mudah dikenali karena untuk melihatnya tidak memerlukan alat bantu. Tetapi, beberapa ciri-ciri fisik dalam sampai ke molekuler hanya dapat dikenali dengan alat-alat bantu atau teknik-teknik pemeriksaan laboratorium tertentu yang memerlukan ketelitian yang tinggi. Dalam keterkaitan ini, perlu diketahui bahwa ciri-ciri manapun yang dijumpai pada satu generasi suatu populasi akan dapat dijumpai pada generasi berikutnya. Dengan demikian di sini berlangsung suatu proses pewarisan, dan pewarisan tersebut mengikuti hukum-hukum pewarisan yang berlaku. Dengan kata lain, ciri-ciri tadi ditentukan secara genetis.
Variasi genetik baru terbentuk dalam populasi suatu organisme yang dapat bereproduksi secara seksual melalui kombinasi ulang dan pada individu melalui mutasi gen serta kromosom.  Kumpulan variasi genetik yang berada pada populasi yang bereproduksi  terbentuk melalui seleksi.  Seleksi tersebut mengarah kepada salah satu gen tertentu yang disukai dan menyebabkan perubahan frekuensi  gen-gen pada kumpulan tersebut. Perbedaan yang besar dalam jumlah dan penyebaran dari variasi genetik ini dapat terjadi sebagian karena banyaknya keragaman dan kerumitan dari habitat-habitat yang ada, serta berbedanya langkah-langkah yang dilakukan tiap organisme untuk dapat hidup.
Jumlah yang diperkirakan adalah terdapat kurang lebih 10.000.000.000 gen berbeda yang tersebar pada biota-biota di dunia, walaupun tidak semuanya memberikan kontribusi yang sama pada keragaman genetik.(4)  Secara khusus, gen-gen yang mengontrol dasar proses biokimia dipertahankan secara kuat oleh berbagai kelompok spesies (atau taksa) dan umumnya memperlihatkan perbedaan yang kecil.  Gen lain yang lebih terspesialisasi meperlihatkan tingkat variasi yang lebih besar.
2.   KERAGAMAN SPESIES
Dalam tiap spesies terdapat anggota kelompok populasi dengan ciri-ciri yang berbeda satu sama lain. Bahkan antara dua individu, meskipun antara dua individu dalam spesies yang sama, keduanya berbeda karena variasi faktor. Termasuk faktor-faktor ini antara lain genetik, umur, jenis kelamin, makanan, stadium daur hidup, bentuk tubuh, habitat, dan lain-lain. secara genetik saja tidak ada dua invidu dalam satu spesies yang persis sama. Apalagi faktor-faktor lingkungan juga ikut berpengaruh dalam munculnya ciri-ciri sebagai fenotip. Perbedaan ciri yang tampak pada anggota tiap spesies ini menyebabkan adanya keanekaragaman dalam spesies.
Keragaman spesies mengacu kepada spesies yang berbeda-beda. Aspek-aspek keragaman spesies dapat diukur melalui beberapa cara.  Sebagian besar cara tersebut dapat dimasukkan ke dalam tiga kelompok pengukuran:  kekayaan spesies, kelimpahan spesies dan keragaman taksonomi atau filogenetik.
Pengukuran kekayaan spesies menghitung jumlah spesies pada suatu area tertentu.  Pengukuran kelimpahan spesies mengambil contoh jumlah relatif dari spesies yang ada.  Contoh yang biasanya diperoleh sebagian besar terdiri dari spesies yang umum, beberapa spesies yang tidak terlalu sering dijumpai dan sedikit spesies yang jarang sekali ditemui.  Pengukuran keragaman spesies yang menyederhanakan informasi dari kekayaan dan kelimpahan relatif spesies ke dalam satu nilai indeks merupakan yang paling sering didunakan. Pendekatan lainnya adalah dengan mengukur keragaman taksonomi atau filogenetik, yang mempertimbangkan hubungan genetik antara kelompok-kelompok spesies.  Pengukuran yang didasarkan pada analisa yang menghasilkan klasifikasi secara hirarkis ini pada umumnya ditampilkan dalam bentuk ‘pohon’ yang mengesampingkan pola percabangan agar dapat mewakili secara keseluruhan evolusi filogenetik dari taksa terkait.
Pengukuran keragamamn taksonomi yang berbeda-beda berhubungan dengan bermacam-macamnya karakteristik taksa dan hubungan yang ada. Tingkat spesies pada umumnya dinilai sebagai yang paling sesuai untuk memperkirakan keragaman antara organisme.  Hal ini disebabkan karena spesies merupakan fokus utama dari mekanisme evolusi sehingga terjabarkan dengan baik.  Pada tingkat global, diperkirakan 1,7 juta spesies telah dijelaskan; saat ini diperkirakan jumlah total spesies yang ada berkisar antara lima juta hingga hampir mencapai 100 juta spesies. Di Australia, dengan perkiraan jumlah total spesies lokal (kecuali bakteri dan virus) 475,000, kira-kira setengahnya telah diketahui, hanya seperempatnya telah dijelaskan secara formal. Estimasi jumlah spesies ini diharapkan dapat meningkat melalui studi terhadap beberapa kelompok yang jarang diperhatikan; seperti mikroorganisme, fungi, nematoda, hama dan serangga.
Pada skala yang lebih besar keragaman spesies tidak tersebar secara merata di seluruh dunia.  Satu pola yang paling jelas dalam penyebaran spesies di dunia adalah sebagian besar kekayaan spesies terpusat pada wilayah katulistiwa dan cenderung menurun ke arah kutub.  Secara umum, terdapat lebih banyak spesies per unit area di wilayah tropis dibandingkan dengan wilayah sub-tropis dan lebih banyak spesies di wilayah sub-tropis dibandingkan wilayah di daerah kutub.  Sebagai tambahan, keragaman di ekosistem darat pada umumnya berkurang sengan bertambahnya ketinggian.  Faktor lain yang dipercaya mempengaruhi keragaman di darat adalah curah hujan dan tingkat nutrien.  Pada ekosistem laut, kekayaan spesies cenderung terpusat pada lempeng benua, walaupun komunitas laut dalam juga cukup tinggi.
3.   KERAGAMAN EKOSISTEM
Keragaman ekosistem memetakan perbedaan yang cukup besar antara tipe ekosistem, keragaman habitat dan proses ekologi yang terjadi pada tiap-tiap ekosistem.  Lebih sulit untuk menjelaskan keragaman ekosistem dibandingkan dengan keragaman spesies atau genetik dikarenakan oleh ‘batasan’ dari komunitas (hubungan antar spesies) dan karena ekosistem lebih mudah berubah.  Karena konsep ekosistem adalah dinamis dan beragam, hal ini dapat diterapkan pada berbagai skala, walaupun untuk kepentingan pengelolaan pada umumnya dikelompokkan menjadi kelompok besar komunitas yang serupa, seperti hutan sub-tropis atau terumbu karang.  Elemen kunci dalam mempertimbangkan ekositem adalah pada kondisi alaminya, proses ekologi seperti aliran energi dan siklus air dipertahankan.
Pengklasifikasian ekosistem di Bumi yang sangat beragam menjadi sistem yang dapat dikelola adalah tantangan besar bagi ilmu pengetahuan, dan sangatlah penting untuk mengelola dan menjaga biosfer ini.  Pada tingkat global, sebagian besar sistem klasifikasi telah mencoba untuk mengambil jalan tengah antara kerumitan ekologi dari komunitas dan sederhananya klasifikasi habitat yang umum.
Umumnya sistem-sistem ini menggunakan kombinasi dari definisi tipe habitat berdasarkan iklim; sebagai contoh, hutan tropis yang lembab, atau padang rumput sub-tropis.  Beberapa sistem juga menggunakan biogeografi global untuk memperhitungkan perbedaan-perbedaan  biota antar wilayah dunia yang mungkin memiliki iklim dan karakteristik fisik serupa .
Australia dengan wilayah-wilayahnya memetakan sejumlah besar lingkungan daratan dan perairan, mulai dari daerah es kutub hingga padang rumput subtropis dan hutan tropis, dari terumbu karang hingga laut dalam.  Tiap-tiap wilayahnya memperlihatkan ragam habitat dan interaksi yang besar antara maupun di dalam komponen biotik dan abiotiknya.  Sebagai contoh, padang rumput spinifex di wilayah subtropis memetakan komunitas baik dengan maupun tanpa pepohonan.  Pada tiap spinifex itu sendiri terdapat bermacam habitat mikro.  Spesies-spesies berbeda terlibat dalam proses-proses ekologi seperti pada penyebaran biji (contoh, oleh spesies-spesies semut) dan daur ulang nutrien yang terdapat pada tiap habitat mikro. Pengukuran dari keragaman ekosistem masih berada pada tahap awal.  Akan tetapi, keragaman ekosistem merupakan elemen penting dari keseluruhan keanekaragaman hayati dan seharusnya dapat tercermin pada setiap pendugaan keanekaragaman hayati.
C.  Potensi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Sekitar 12 % (515 spesies, 39 % endemik) dari total spesies binatang menyusui, urutan kedua di dunia
  • 7,3 % (511 spesies, 150 endemik) dari total spesies reptilia, urutan keempat didunia
  • 17 % (1531 spesies, 397 endemik) dari total spesies burung di dunia, urutan kelima
  • 270 spesies amfibi, 100 endemik, urutan keenam didunia
  • 2827 spesies binatang tidak bertulang belakang selain ikan air tawar
  • 35 spesies primata (urutan keempat, 18 % endemik)
  • 121 spesies kupu-kupu (44 % endemik)
  • Keanekaragaman ikan air tawar 1400 (urutan ke 3)
Taxonomic Group
Species
Endemic Species
Percent Endemism
Plants
10,000
1,500
15
Mammals
201
123
61.2
Birds
697
249
35.7
Reptiles
188
122
64.9
Amphibians
56
35
62.5





D.  Nilai Keanekaragaman
Keseluruhan keragaman dari hidup ini tak dapat diperkirakan nilainya.  Mereka menyediakan dasar bagi berlangsungnya keberadaan planet yang sehat dan juga kesejahteraan kita.  Banyak ahli biologi sekarang mempercayai bahwa ekosistem yang kaya akan keragaman memiliki daya tahan yang lebih tinggi dan oleh karena itu mampu untuk pulih secara lebih baik dari tekanan-tekanan seperti pengurangan jumlah atau degradasi habitat yang disebabkan manusia.  Ketika ekosistem mengalami perubahan fungsi, ada beberapa pilihan cara untuk menjalankan produksi primer dan proses ekologi seperti siklus nutrien, sehingga salah satu rusak atau hancur, ada cara lain yang dapat digunakan dan ekosistem bisa berfungsi seperti normal lagi.  Bila keanekaragaman hayati dihilangkan secara besar-besaran, maka fungsi dari ekosistem terancam resikonya.
Mungkin nilai yang paling besar dari keragaman hidup adalah kesempatan yang diberikan kepada kita untuk beradaptasi terhadap perubahan.  Potensi yang tak diketahui dari gen-gen, spesies dan ekosistem tidak dapat diperkirakan akan tetapi sangat tinggi nilainya.  Keragaman genetik akan menghasilkan keturunan tanaman pangan yang sesuai dengan kondisi iklim yang baru, sementara biota Bumi tampaknya masih memiliki kemampuan yang belum diketahui sebagai penyembuh dari penyakit yang ada dan sedang timbul.
Keragaman gen, spesies dan ekosistem adalah sumber daya yang dapat dipergunakan seiring dengan berubahnya kebutuhan manusia. Ada kemungkinan bahwa tidak terdapat satu alasan yang berdiri sendiri, menyediakan dasar yang cukup untuk dapat menjaga keseluruhan keanekaragaman hayati.  Pendekatan yang lebih umum dan pragmatis, akan tetapi, menyadari bahwa berbeda tetapi tetap alasan untuk hal yang sama –nilai sumber daya, nilai kewaspadaan, etika dan estetika, dan kepentingan pribadi – berlaku pada kasus yang berbeda-beda, dan di antaranya menyediakan situasi yang sangat kuat dan meyakinkan untuk konservasi keanekaragaman hayati.
Banyaknya nilai dari keanekaragaman hayati dan pentingnya hal itu bagi perkembangan mengindikasikan mengapa konservasi keanekaragaman hayati berbeda dari konservasi alam tradisional.  Konservasi keanekaragaman hayati membutuhkan perubahan dari sikap pasif (melindungi alam dari dampak perkembangan) ke arah usaha proaktif yang mencari penyelesaian dari kebutuhan manusia akan sumber daya hayati sementara tetap menjamin kelangsungan ekologi jangka panjang dari kekayaan biotik Bumi.  Pada tingkat global juga meliputi tidak hanya perlindungan terhadap spesies alami dan habitatnya tetapi juga menjaga keragaman genetik dari spesies yang telah dibudidayakan dan dimanfaatkan serta yang memiliki hubungan dekat dengan mereka di alam bebas.
Konservasi dari keanekaragaman hayati bertujuan untuk menjaga sistem pendukung kehidupan yang disediakan oleh alam dan segala keragamannya, serta sumber daya hidup yang penting untuk perkembangan yang dapat diterima secara ekologis.

1.   Nilai Eksistensi

Nilai ini dimiliki oleh keanekaragaman hayati karena keberadaannya di suatu tempat. Tidak berkaitan dengan potensi suatu organisme tertentu, tapi berkaitan dengan hak hidupnya sebagai salah satu bagian dari alam. Kadang juga disebut nilai Intrinsik dan dikaitkan dengan etika atau agama. Meskipun manfaat yang didapatkan  dari nilai eksistensi keanekaragaman hayati sulit diukur dengan uang, manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis manusia cukup jelas.

2.   Nilai Jasa Lingkungan

Nilai ini dapat dimanfaatkan apabila keanekaragaman hayati dipandang sebagai satu kesatuan, dimana ada saling ketergantungan antara komponen di dalamnya. Nilai jasa lingkungan sering diabaikan karena sulit diungkapkan dengan angka. Padahal keuntungan yang diberikan cukup besar. Keanekaragaman spesies menyebabkan mereka mampu membentuk rantai makanan yang menjamin kelangsungan pasokan pangan masing-masing dan hubungan saling menguntungkan di dalam rantai makanan tersebut. Contoh : Ekosistem terumbu karang dan padang lamun melindungi pantai dari abrasi, hutan mangrove sebagai nursery, feeding, dan spawning ground.

3.   Nilai Warisan

Nilai ini berkaitan dengan hasrat untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati agar dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Contoh : Masyarakat Mentawai hanya membolehkan orang-orang tertentu untuk menangkap penyu dan jumlah hasil buruan juga secukupnya serta dibagi sama rata diantara anggota masyarakat. Cara ini dimaksdukan agar tidak terjadi pengurasan dan pemborosan sumber daya alam, sehingga masih tersedia untuk generasi mendatang. Nilai ini sering terkait dengan nilai sosiokultural dan nilai pilihan. Spesies tertentu sengaja dipertahankan dan diwariskan turun temurun untuk menjaga identitas budaya dan spiritual kelompok etnis tertentu

4.   Nilai Pilihan

Nilai ini terkait dengan potensi keanekaragaman hayati dalam memberikan keuntungan bagi masyarakat di masa depan (Primack dkk, 1998). Keanekaragaman hayati menyimpan nilai manfaat yang sekarang belum disadari atau belum dapat dimanfaatkan oleh manusia, namun seiring dengan perubahan permintaan, pola konsumsi, dan asupan tekhnologi, nilai ini menjadi penting di masa depan. Contoh : 20 jenis obat-obatan yang paling sering dipakai di Amerika senilai US$ 6 miliar per tahun mengandung bahan-bahan kimia yang ditemukan di alam.

5.   Nilai Konsumsi

Nilai ini merupakan manfaat langsung yang dapat diperoleh dari keanekaragaman hayati misalnya: ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun memiliki nilai konsumsi yang sangat banyak dan beragam

6.   Nilai Produksi

Nilai ini adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan keanekaragaman hayati di pasar lokal, nasional, maupun internasional. Contoh : nilai pasar global untuk obat-obatan yang diperoleh dari sumberdaya genetis diperkirakan US$ 75.000 – 150.000 juta per tahun
A.  Metode valuasi ekonomi
Kegunaan dari metode valuasi ekonomi adalah:
  1. Meningkatkan pengertian tentang nilai dan jasa yang disediakan oleh sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati
  2.  Membantu para penentu kebijakan dalam memilih alternatif kebijakan pembangunan yang paling menguntungkan bagi daerahnya
  3. Mengidentifikasi  dan membandingkan modal yang ditanam, biaya kesempatan, dan manfaat keuntungan yang dihasilkan
Jenis Valuasi Ekonomi
  1. Valuasi harga pasar, termasuk estimasi keuntungan dari konsumsi dan produksi subsisten
  2. Pendekatan pengganti pasar (surrogate market approach), termasuk model biaya perjalanan, harga kenikmatan dan pendekatan barang subsitusi
  3. Pendekatan fungsi produksi, yang menekankan pada hubungan biofisik antara fungsi hutan dan kegiatan pasar
  4. Pendekatan pilihan yang dinyatakan (stated preference approaches) terutama metode valuasi kontingensi berserta variannya
  5. Pendekatan berbasis biaya, termasuk biaya penggantian dan biaya untuk mempertahankannya
B.  Kriteria status flora atau fauna
  1. Kritis (Critically Endangered) : jika taksa menghadapi resiko kepunahan yang sangat ekstrim (tinggi) dalam waktu yang sangat cepat.Populasinya berkurang sebanyak 80% selama 10 tahun terakhir, luas wilayah diperkirakan kurang dari 100 km2, populasi kurang dari 250 individu dewasa.
  2. Genting/Terancam (Endangered): jika taksa tidak termasuk kriteria genting tetapi mengalami resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam dalam waktu dekat. Populasinya berkurang paling sedikir 50 % selama 10 tahun terakhir, luas wilayah diperkirakan kurang dari 5000 km2, populasinya diperkirakan kurang dari 2500 individu dewasa.
  3. Rentan (Vurnerable) : jika taksa tidak termasuk kriteria kritis atau terancam tetapi mengalami resiko kepunahan tinggi di alam. Populasinya berkurang paling sedikit 20 % selama 10 tahun terakhir, luas wilayah diperkirakan kurang dari 20.000 km2, populasinya diperkirakan kurang dari 10.000 individu dewasa.

BAB II
KONSERVASI
Konservasi merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.
Ada beberapa pengertian tentang konservasi diantaranya konservasi merupakan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya alam. Selain itu ada yang berpendapat bahwa konservasi adalah "perlindungan terhadap", baik itu terhadap hutan, kawasan pesisir maupun laut.  Ada pula yang mengartikan bahwa kawasan konservasi adalah kawasan yang tidak boleh sama sekali diganggu.  Kini arti konservasi mulai digeserkan kembali dalam arti "perlindungan, pengawetan maupun pemanfaatan". Melalui konservasi memang kita berupaya untuk melindungi sesuatu baik itu kawasan, flora atau faunanya serta semuanya itu untuk menjaga keseimbangan alam.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memlihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Menurut Piagam Burra (1981) konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 24 Tahun 1992). Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
  1.  Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
  2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
  3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
  4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
Secara keseluruhan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati (KSDAH) adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. KSDAH ataupun konservasi biologi pada dasarnya merupakan bagian dari ilmu dasar dan ilmu terapan yang berasaskan pada pelestarian kemampuan dan pemanfaatannya secara serasi dan seimbang. Adapun tujuan dari KSDAH adalah untuk terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan strategi dan juga pelaksananya. Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya. Sedangkan strategi konservasi nasional telah dirumuskan ke dalam tiga hal berikut taktik pelaksanaannya, yaitu :
1.      Perlindungan sistem penyangga kehidupan (PSPK)
a.      Penetapan wilayah PSPK.
b.      Penetapan pola dasar pembinaan program PSPK.
c.      Pengaturan cara pemanfaatan wilayah PSPK.
d.      Penertiban penggunaan dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.
e.      Penertiban maksimal pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.
2.      Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
a.      Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
b.      Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ konservasi).
3.      Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
a.      Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
b.      Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (dalam bentuk: pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan, pertukaran, budidaya).
Konservasi berorientasi pada kebijakan pemanfaatan ruang dan lahan yang sesuai dengan peruntukan dan daya dukungnya, sehingga kelestarian sumberdaya lingkungan sekitar sebagai fungsi keseimbangan ekosistem lebih dapat dihargai.
Banyak metode dan alat yang tersedia dalam pengelolaan keanekaragaman hayati yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.   Konservasi In Situ
Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target ‘di tapak (on site)’, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada tapak yang sebelumnya ditempat oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in situ mungkin termasuk regenerasi buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduktif lainnya dikumpulkan secara acak.
Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri:
  1. Fase pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka terdapat secara alami;
  2. Tataguna lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak merugikan pada tujuan konservasi habitat;
  3. Regenerasi target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi hutan. Contoh dari manipulasi yang mungkin perlu pada ekosistem yang telah berubah adalah regenerasi buatan menggunakan spesies lokal dan pengendalian gulma secara manual atau pembakaran untuk menekan spesies yang berkompetisi.
Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable population areas) dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada pemahaman beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan simbiotik  di antara tumbuhan atau hewan, penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di dalam ekosistem.
2.   Konservasi Ex Situ
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia.
Kebun botani (raya), arboretum, kebun binatang dan aquarium merupakan metode konservasi  ex situ konvensional; Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat terlindung dari spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan. Fasilitas ini memberikan informasi bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies langka dan faktor-faktor yang menimbulkan ancaman dan membahaykan kehidupan spesies.
Untuk tumbuhan metode konservasi ini mungkin menggunakan material reproduktif dari individu atau tegakan yang terletak di  luar tapak populasi tetuanya. Metode dan material ex situ mencakup bank gen untuk benih atau tepungsari, bank klon, arboretum, populasi pemuliaan.
Penyimpanan benih, metode konservasi ex situ yang lain, merupakan penyimpanan benih pada lingkungan yang terkendali. Dengan pengendalian temperatur dan kondisi kelembaban, benih beberapa spesies yang disimpan akan tetap viabel (mampu hidup) untuk  beberapa dekade.  Teknik ini merupakan konservasi yang utama pada tanaman pertanian dan mulai dipergunakan untuk spesies pohon hutan.
Bank gen, bank klon, arboretum merupaka bentuk konservasi statis, yaitu konservasi yang menghidarkan sejauh mungkin perubahan genetik. Konservasi statik memiliki ciri:
a.  Genotipe merupakan target untuk konservasi,
b.  Efek seleksi alam dan proses genetik sangat terbatas dan
c.  Intervensi manusia diperlukan untuk menghidarkan proses genetik berlangsung selama konservasi.  
Kultur jaringan juga memiliki potensi untuk dipergunakan sebagai metode konservasi yang baik. Teknik-teknik ini meliputi perbanyakan mikro (meristem, embrio dsb.). Ini merupakan teknik yang mahal, tetapi bila penyimpanan kriogentik (cryogenic storage) dikembangkan, maka teknik ini merupakan modetode konservasi yang terjamin.  Penyimpanan kriogenik merupakan preservai bahan biologis dalam cairan nitrogen pada suhu 150oC – 196oC. 
Hewan langka juga dapat dikonservasi melalui bankgen, dengan kriogenik untuk menyimpan sperma, telur atau embrio. Bentuk yang paling umum untuk konservasi ex situ untuk pohon adalah tegakan hidup. Tegakan seperti ini sering kali bermula dari koleksi sumber benih dan dipelihara untuk pengamatan. Ukuran tegakan mungkin berkisar dari spesimen dalam kebun botani (raya) dan arboretum, sampai dengan beberapa pohon ornamental pada plot-plot kecil, atau plot-plot yang lebih besar untuk pohon.
Tegakan hidup yang cukup luas untuk tujuan konservasi misalnya apa yang dinamakan tegakan konservasi. Ini merupakan konservasi yang bersifat evolusinari dan berlawanan dengan konservasi statik dalam arti memiliki tujuan mendukung perubahan genetik sejauh hal ini berkontribusi pada adaptasi  yan berkelanjutan. Konservasi evolusinari ini memiliki ciri: 
a.    Pohon-pohon bereproduksi melalui benih dari satu generasi ke generasi berikutnya; gen akan terkonservasi tetapi genotipe tidak, karena rekombinasi gen akan terjadi pada setiap generasi.
b. Invtervensi manusi bila ada, dirancang untuk memfasilitasi proses genetik yang moderat daripada menghindarkannya.
c. Variasi genetik di antara populasi dari lingkungan yang berbeda secara umum dipertahankan. 
Ada beberapa kelemahan konservasi ex situ. Konservasi ex situ ini sesungguhnya sangat bermanfaat unutk melindungi biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk menyelamatkan spesies dari kepunahan. Metode ini dipengunakan sebagai cara terakhir atau sebabi suplemen terhadap konservasi ini situ karena tidak dapat menciptakan kembali habitat secara keselkuruhan: seluruh varisi genetik dari suatu spesies, pasangan simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan yang berubah.  Sebalinya, konservasi ex situ menghilangkan spesies dari konteks ekologi alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan mengintroduksi spesimen pada habitat yang tidak alami.  Dalam hal metode penyimpanan kriogenik, proses-proses adaptasi spesimen yang dipreservasi  membeku keseluruhannya. Kelemahannya adalah bila spesimen ini dilepaskan ke alam, spesies mungkin kekurangan adaptasi genetik  dan mutasi yang akan memungkinkannya untuk bertahan dalam habitat alami yang selalu berubah. 
Di samping itu, teknik-teknik konservasi ex situ seringkali mahal, dengan penyimpanan kriogenik yang secara ekonomis tidak layak pada kebanyakan spesies. Bank benih tidak efektif untuk tumbuhan tertentu yang memiliki benih rekalsitran yang tidak tetap viabel dalam jangkan lama. Hama dan penyakit tertentu di mana spesies yang dikonservasi tidak memiliki daya tahan terhadapnya mungkin juga dapat merusakannya pada pertanaman ex situ dan hewan hidup dalam penangkaran ex situ. Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan lingkingan yang spesifik yang diperlukan oleh banyak spesies, beberapa di antaranya tidak mungkin diciptakan kembali, membuat konservasi ex situ tidak mungkin dilakukan untuk banyak flora dan fauna langka di dunia.
Tetapi, bila suatu spesies benar-benar akan punah, konservasi ex situ menjadi satu-satunya pilihan yang tersisa. Lebih baik mepreservasi suatu spesies daripada membiarkan punah seluruhnya.
Menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Kawasan pelestarian alam ataupun kawasan dilindungi ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya. Hampir di setiap negara mempunyai kriteria/kategori sendiri untuk penetapan kawasan dilindungi, dimana masing-masing negara mempunyai tujuan yang berbeda dan perlakuan yang mungkin berbeda pula.
Namun di level internasional seperti misalnya Commission on National Park and Protected Areas (CNPPA) yaitu komisi untuk taman nasional dan kawasan dilindungi yang berada di bawah IUCN memiliki tanggung jawab khusus dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi secara umum di dunia, baik untuk kawasan daratan maupun perairan.
Sedikitnya, sebanyak 124 negara di dunia telah menetapkan setidaknya satu kawasan koservasinya sebagai taman nasional (bentuk kawasan dilindungi yang populer dan dikenal luas). Walaupun tentu saja di antara masing-masing negara, tingkat perlindungan yang legal dan tujuan pengelolaannya beragam, demikian juga dasar penetapannya.
Apabila suatu negara tidak memiliki kawasan dilindungi yang khusus karena sulit untuk memenuhi standar yang ditetapkan, maka mereka dapat mengelola kawasan alternatif seperti hutan produksi yang dialihkan sebagai kawasan dilindungi sehingga penurunan/pengurangan plasma nutfah dapat ditekan.
Kategori klasifikasi kawasan dilindungi, dimana kategori pegelolaan harus dirancang agar pemanfaatan agar seimbang, tidak lebih mementingkan salah satu fungsi dengan meninggalkan fungsi lainnya. Adapaun kategori penetapan kawasan dilindungi yang tepat harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
a.    Karakteristik atau ciri khas kawasan yang didasarkan pada kajian ciri-ciri biologi dan ciri lain serta tujuan pengelolaan.
b.   Kadar perlakuan pengelolaan yang diperlukan sesuai dengan tujuan pelestarian.
c.    Kadar toleransi atau kerapuhan ekosistem atau spesies yang terdapat di dalamnya.
d.   Kadar pemanfaatan kawasan yang sesuai dengan tujuan peruntukan kawasan tersebut.
e.    Tingkat permintaan berbagai tipe penggunaan dan kepraktisan pengelolaan.
Sedangkan secara umum, ciri-ciri suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan dilindungi adalah :
  • Karakteristik/keunikan ekosistem, misalnya ekosistem hutan hujan dataran rendah, fauna endemik, ekosistem pegunungan tropika, dan lain-lain.
  • Spesies khusus yang diminati, mencakup nilai/potensi, kelangkaan atau terancam, misalnya menyangkut habitat jenis satwa seperti badak, harimau, beruang, dan lain-lain.
  • Tempat yang memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi.
  • Lanskap/ciri geofisik yang bernilai estetik, dan penting untuk ilmu pengetahuan misalnya glasier, mata air panas, kawah gunung berapi dan lain-lain.
  • Tempat yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi, tanah, air dan iklim mikro.
  • Tempat yang potensial untuk pengembangan rekreasi alam dan wisata, misalnya danau, pantai, pegunungan, satwa liar yang menarik, dan lain-lain.
  •  Tempat peninggalan budaya, misalnya candi, galian purbakala, situs, dan lain-lain.
Secara umum, tujuan utama dari pengelolaan kawasan dilindungi adalah :
a.    Penelitian ilmiah.
b.   Perlindungan daerah liar/rimba.
c.    Pelestarian keanekaragaman spesies dan genetic.
d.   Pemeliharaan jasa-jasa lingkungan.
e.    Perlindungan fenomena-fenomena alam dan budaya yang khusus.
f.     Rekreasi dan wisata alam.
g.    Pendidikan (lingkungan).
h.   Penggunaan lestari dari sumberdaya alam yang berasal dari ekosistem alami.
i.     Pemeliharaan karakteristik budaya dan tradisi.
Berdasarkan tujuan manajemen tersebut, maka kawasan dilindungi dikelola dalam berbagai kategori pengelolaan kawasn dilindungi yang ditetapkan IUCN (1994) sebagai berikut :
a.    Cagar alam mutlak (strict nature protection) dan daerah liar/rimba (wilderness area)
b.   Konservasi ekosistem dan rekreasi, misalnya taman nasional.
c.    Konservasi fenomena alam, misalnya monumen alam.
d.   Konservasi melalui kegiatan manajemen aktif misalnya kawasan pengelolaan habitat.
e.    Konservasi bentang alam, laut dan rekreasi.
f.     Pemanfaatan lestari ekosistem alam.
Adapun kriteria umum bagi berbagai kawasan yang dilindungi adalah :
a.    Taman Nasional, yaitu kawasan luas yang relatif tidak terganggu yang mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan terdapat manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut.
b.   Cagar alam, umumnya kecil, dengan habitat rapuh yang tidak terganggu oleh kepentingan pelestarian yang tinggi, memiliki keunikan alam, habitat spesies langka tertentu, dan lain-lain. Kawasan ini memerlukan perlindungan mutlak.
c.    Suaka margasatwa, umumnya kawasan berukuran sedang atau luas dengan habitat stabil yang relatif utuh serta memiliki kepentingan pelestarian mulai sedang hingga tinggi.
d.   Taman wisata, kawasan alam atau lanskap yang kecil atau tempat yang menarik dan mudah dicapai pengunjung, dimana nilai pelestarian rendah atau tidak akan terganggu oleh kegiatan pengunjung dan pengelolaan yang berorientasi rekreasi.
e.    Taman buru, habitat alam atau semi alami berukuran sedang hingga besar, yang memiliki potensi satwa yang boleh diburu yaitu jenis satwa besar (babi hutan, rusa, sapi liar, ikan, dan lain-lain) yang populasinya cukup besar, dimana terdapat minat untuk berburu, tersedianya fasilitas buru yang memadai, dan lokasinya mudah dijangkau oleh pemburu. Cagar semacam ini harus memiliki kepentingan dan nilai pelestarian yang rendah yang tidak akan terancam oleh kegiatan perburuan atau pemancingan.
f.     Hutan lindung, kawasan alami atau hutan tanaman berukuran sedang hingga besar, pada lokasi yang curam, tinggi, mudah tererosi, serta tanah yang mudah terbasuh hujan, dimana penutup tanah berupa hutan adalah mutlak perlu untuk melindungi kawasan tangkapan air, mencegah longsor dan erosi. Prioritas pelestarian tidak begitu tinggi untuk dapat diberi status cagar.
3.   Restorasi dan Rehabilitasi
Meliputi metode, baik insitu maupun eksitu, untuk membangun kembali spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya rekonstruksi ekosistem alami atau semi alami di daerah-daerah yang mengalami degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem, misalnya Daerah Aliran Sungai, tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan spesies asli.
4.   Pengelolaan Lansekap Terpadu
Meliputi alat dan strategi di bidang kehutanan, perikanan, pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata untuk menyatukan unsur perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria pemerataan dalam tujuan dan praktek pengelolaan. Mengingat bahwa tataguna lahan tersebut mendominasi keseluruhan bentuk lansekap, baik pedalaman maupun wilayah pesisir, reinvestasi untuk pengelolaan keanekaragaman hayati memiliki peluang besar untuk dapat diperoleh.
5.   Formulasi Kebijakan dan Kelembagaan
Meliputi metode yang membatasi penggunaan sumberdaya lahan melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk menekan praktek penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak; mengaturan kepemilikan lahan yang mendukung pengurusannya secara lestari; serta menetapkan kebijakan pengaturan kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi keanekaragaman hayati.
6.   Mekanisme Pasar
Meliputi upaya untuk menghargai setiap produk yang proses produksinya akrabn lingkungan dan menjamin kelestarian keanekaragaman hayati. Berkembangnya isu ekolabel dan sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan merupakan alat yang saat ini sedang dikaji kemungkinan implementasinya.

BAB III
KEGUNAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI LAUT
(Produk Dari Laut)
1.   Sumber Bahan Baku Pangan
Tabel 3.1 Kandungan Omega-3 pada beberapa jenis ikan
Ikan
Kandungan Omega-3
Inggris
 Indonesia
(per 100 gram ikan)
Sardines
 Lemuru, Tembang,   
3,90
Mackerel
 Japuh
3,60
Salmon
 Kembung, Tenggiri
2,60
Pilchards
 Salmon
2,50
Herring
 -
2,30
Haddock
 Terubuk, Parang-parang
0,35
Cod
 -
0,30
Tuna
 Tuna
0,20
Pola kebiasaan makan ikan masyarakat Eskimo dan Jepang menunjukkan kel masyarakat memiliki resiko kecil thd penyakit jantung dan penyakit degeneratif lain. Minyak Ikan mengandung beberapa senyawa tak jenuh/polyunsaturated Omega 3 yang berguna untuk :
·        Pertumbuhan otak
·        Pencegahan depresi
·        Schizoprenia
·        Hiperaktif
Komposisi kandungan gizi ikan
Terdapat 4 macam Komposisi kandungan gizi ikan (Soenardi, 2000):
  1. Protein 18 % (asam-asam amino esensial untuk pertumbuhan)
  2. Lemak 1-20 % (asam lemak tak jenuh/polyunsaturated, mudah dicerna, dapat membantu menurunkan kolesterol darah)
  3. Berbagai jenis vitamin (A, D, Thiamin, riboflavin, dan niacin)
  4. Mineral (Mg, P, I, Fl, Fe, Cu, Zn, Se)
Kegunaan Kehati Lainnya
Keanekaragaman hayati mempunyai kegunaan lain misalnya:
  • Mangrove. Beberapa spesies mangrove: Rhizophora stylosa, Terminalia catappa, Bruguiera cylindica, Stenochlaena palustris merupakan bahan baku makanan.
  • Lamun: sebagai makanan di Kepulauan Seribu
  • Rumput laut : sayur, acar, manisan, kue, agar-agar. Mengandung: karbohidrat, protein (7-30%), sedikit lemak, polisakarida (40-50%). Karbohidrat pada rumput laut tidak dapat diasimilasi untuk menghasilkan energi sehingga baik untuk diet.
Jenis-jenis Polisakarida dalam rumput laut
Jenis
Sumber
Komposisi
Penggunaan
Agar
Alga Merah (Gelidium, Gracilaria, Gigartina)
Agarase dan Agaropektin
Mikrobiologi, sediaan makanan pengalengan, mayonnaise, keju, jelly, dan es krim, stabilizer dan emulsifier, carrier untuk obat
Alginat
Alga Coklat (Macrocystis)
Manuronic Acid & Guluronic acid, residues
Ice cream, produk kertas dan adhesif, pengental cat, filter drug
Carragenan
Alga Merah (Chondry, Gigartina, Iridae)
Galaktose residu
Stabiliser emulsi dalam makanan, minuman, obat
Fucoidan
Alga Coklat
L-Fucose residu
Pencegah kanker, HIV
Laminaran
Alga Coklat (Laminaria, Ascobphyllum fucus)
Glucose residu


Alga Mikro :
  • Cyanobacteria : Spirulina sebagai makanan mengandung protein 50-70%, vitamin beta karoten, Inositol, Tocopherol, Niacin
  • Chlorella : mengandung protein (50%), karbohidrat (20%), lemak (20%), vitamin B, biotin, folates, riboflavin, nicotine acid, panthotenate
2.   Sumber Bahan Baku Industri Farmasi
Jenis Produk
Contoh
Alga Mikro
Metabolit
Gliserol
Berbagai Alga
Beta Karoten
Glikolat
Asam Amino
1.3-Diaminopropan
Asam Akrilat
Antibiotika
Khlorelin (Anti bakteri)
Chlorella
Gallotanin (Anti viral)
Spirogyra
Terpene (Anti bakteri)
Comphosphaeria japonica
Aponin (Anti alga)
Lyngpya majuscula
Malynogolida (Anti fungal)

Toksin
Mycrocystin
Mycrocystis aeruginosa
Anatoksin
Anabaena flosaque
Aplisiatoksin
Nostoc muscorum
Sumber Plasma Nutfah
  • Plasma nutfah dapat dimanfaatkan  sebagai bahan baku dalam rekayasa genetik untuk menghasilkan biota unggul. Unggul dalam arti produksi, daya adaptasi terhadap lingkungan, daya resistensi terhadap penyakit.
  • Indonesia hanya 1,3% luas perm. Bumi memiliki 37% spesies ikan yang telah teridentifikasi.
3.   Pengatur Iklim Global
Kerusakan Lapisan Ozon disebabkan karena emisi chlorofluorocarbon (CFC) menimbulkan mutasi lethal dan mengancam rantai makanan.
Dampak dari pemanasan global, diantaranya:
·       Mempengaruhi distribusi habitat-habitat
·       Berkurangnya spesies yangg tidak bisa bermigrasi
·       Tergenangnya mangrove dan pesisir
·       Peningkatan suhu permukaan air laut akan meningkatkan frekuensi dan derajat badai dan topan dan memperluas kawasan yang terpengaruh
Biological Pump
·       Kehidupan yang terdapat di laut dapat mengontrol konsentrasi CO2 di atmosfer
·       Gas CO2 di atmosfer sebanyak 700 miliar ton, di laut 35.000 miliar ton.
·   Radiasi UV-B di permukaan laut akan menyebabkan kematian fitoplankton sehingga penyerapan karbon tidak efisien maka tingkat kandungan CO2 meningkat.
·     Komunitas fitoplankton juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan panas bumi melalui pengontrolan perluasan dan ketebalan awan yang melewati lautan
·      Jenis fito tertentu mengeluarkan zat yang cepet berubah menjadi gas reaktif terhadap sulfur (dimetyl sulfide atau DMS) pada saat lepas ke atm senyawa tsb teroksidasi dengan cepat membentuk H2SO4. Cairan tersebut berperan sbg inti dlm proses kondensasi pembentukan butiran uap di perm. Laut.
4.   Sumber Inspirasi dan Gagasan
Ilmu Pengetahuan
·       Karya seni
·       Meningkatkan produktivitas
·       Budaya
Ilmu dan Teknologi
·       Iptek penangkapan ikan (sintetik fibre, fish finder, fishing auxiliary equipment)
·       Teknologi hasil perikanan (downstream process)
·       Budidaya tambak dan keramba apung
5.   Bioteknologi Kelautan
Pendayagunaan ilmu-ilmu dasar dan rekayasa dlm upaya pemanfaatan substansi biologis secara terkendali dan terarah utk menghasilkan barang atau jasa. Aplikasi Biotek terdiri dari
a.   Produk Bahan Alami dari Laut
·       Karagenan (alga merah) : susu, ice cream, pasta gigi, cat, kosmetik
·       Agarose: teknil elektroforesis dan analisis kromatografi di lab
·       Ikan demersal dan pelagis mengandung protein tinggi
·       Insulin dari ikan paus dan tuna
·       Obat cacing dari alga
·       Toksin organisme laut
·       Industri pembuatan tulang dan gigi dari karang
b.   Pengendalian Pencemaran
·       Pembuatan media tumbuh (nutrien) untuk mikroorganisme pengurai komponen minyak bumi
·       Nutrien dikembangkan oleh Showa-Shell Petrol Patent
·      Biosurfaktant untuk menguraikan polutant minyak dan recovery minyak mentah. Sangat efektif krn 90% minyak di dlm sludge dpt diperoleh kembali
·       Mikroalga dapat menyerap nutrien dan mengolah limbah. Porphyridium cruentum (red alga) dpt menyerap polutan nitrogen (NH4 dan NO3)
c.    Pengendalian Biota Penempel (Anti fouling)
Ulva fasciata (green alga) dan lamun Zostera marina mengandung bioaktif untuk menghambat pertumbuhan atau membasmi bakteri, spora alga, dan cacing laut
6.   Jasa-Jasa Lingkungan Laut
Berikut ini adalah jasa-jasa lingkungan laut: sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, pengatur iklim (climate regulator), pariwisata bahari, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi) dan sistem penunjang kehidupan.

 

Komentar

Tag

Bahan Ajar (42) Biologi (33) Fisika (20) Guru (30) IPA (44) Kesehatan (11) Kimia (25) Kuliah (26) Media (3) Pembelajaran (56) Pendidikan (58) Penelitian (13) PLH (1)

Follower

Histats

Most Wanted