wibiya widget

rss

Literasi Sains dan Pengukurannya


Kompetensi literasi sains menurut PISA terdiri dari tiga hal yaitu: 1) Kompetensi mengidentifikasi isu-isu ilmiah. Kemampuan ini meliputi bebrapa keterampilan yaitu mengidentifikasi masalah yang dapat diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata kunci untuk mencari informasi ilmiah, mengidentifikasi kata kunci dari penyelidikan ilmiah. 2) kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah.  Beberapa keterampilan dalam kompetensi ini mencakup menerapkan pengetahuan ilmu pada situasi tertentu, menggambarkan atau menafsirkan fenomena ilmiah dan memprediksi perubahan, mengidentifikasi deskripsi yang tepat, menjelaskan, dan melakukan prediksi. 3) Kompetensi menggunakan bukti-bukti ilmiah. Komptensi ini meliputi beberapa keterampilan yaitu mengintepretasikan bukti ilmiah dan membuat dan memberikan kesimpulan, mengidentifikasi asumsi-asumsi, bukti dan memberikan alasan untuk menarik kesimpulan, merefleksikan implikasi sosial dari sains dan perkembangan teknologi. (OECD, 2006; 2012; Toharudin., et al, 2011).
Pengukuran terhadap pencapaian literasi sains berdasarkan standar  PISA yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidenifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk  juga mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada. Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui akitivitas manusia. Situasi atau konteks adalah area aplikasi konsep-konsep sains yang dikelompokkan menjadi tiga area sains yaitu kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan dan teknologi (Toharudin., et al, 2011: 9)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi sains seseorang. Menurut Hariadi (2009) beberapa faktor yang mempengaruhi literasi sains pada seseorang yaitu: 1) sikap mahasiswa terhadap sains, 2) latar belakang pendidikan orang tua, 3) kepercayaan diri dan motivasi belajar sains, 4) waktu untuk belajar sains, 5) strategi belajar mengajar sains. Sejalan dengan pendapat tersebut Sujana, (2004) dan  Özdem., et al (2010) menyebutkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kemampuan literasi sains yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran.


Inkuiri Terbimbing dan Literasi Sains


Pada abad 21, seseorang dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan sains dan teknologi (Ozdem et al, 2010). Sains memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan pribadi pada masyarakat dan ekonomi global. Maka agar bisa berhasil pada abad 21 ini, siswa seharusnya memiliki kemampuan literasi sains yang baik dan memiliki prinsip belajar sepanjang hayat (Glynn & Muth, 1994). Kemampuan literasi yang baik akan membiasakan siswa untuk tidak hanya belajar membaca, tetapi membaca untuk belajar, serta memiliki kemampuan untuk memahami bacaan (Kuhlthau, 2010). Literasi sains menjadi suatu keharusan bagi setiap individu untuk memiliki peluang yang lebih besar agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan dan meningkatkan pembangunan suatu bangsa (Genc, 2015; Jurecki, 2012; Turgut, 2007).
Konsep literasi sains mulanya diperkenalkan oleh Hurd (1958) dan McCurdy (1958) pada dunia pendidikan (Bacanak dan Gokdere, 2009). Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dan menggunakan pengetahuan dalam bidang sains (Dani, 2009; Cansiz, 2011; Cavas et al, 2013). Pengertian lain menyebutkan bahwa literasi sains merupakan suatu sikap pemahaman seseorang terhadap sains dan kemampuan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Eisenhart, 1996; Hurd, 1998; De Boer, 2000). Komponen literasi sains meliputi kemampuan mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta, mengkomunikasikan baik lisan maupun tulisan serta membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia sehingga memiliki sikap dan kepekaan tinggi terhadap diri dan lingkungan (Toharudin et al, 2011).
Pada proses pembelajaran sains seharusnya siswa dibekali kemampuan literasi sains yang baik (Hoolbroke, 2008), termasuk mahasiswa yang mengambil program keguruan. Sebagai calon guru yang berperan sebagai agen perubahan mempunyai peran penting dalam membelajarkan sains kepada siswa untuk mencapai tujuan belajar sains (Ozdem et al, 2010). Maka diharapkan guru juga memiliki kemampuan literasi sains yang baik (Cavas et al, 2013). Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains masih belum seperti yang diharapkan. Dantaranya, penguasaan guru terhadap kemampuan sains  dan aplikasinya dalam pembelajaran masih sangat rendah (Budiastra, 2011). Pada proses pembelajaran, guru belum mengaitkan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari (Ayas et al, 2001), disisi lain guru SD dan mahasiswa PGSD belum memiliki kemampuan literasi sains yang baik (Çepni, 1997; Çepni & Bacanak, 2002; Sujana, 2014). Kemampuan literasi sains siswa di Indonesia berada pada kategori rendah dan proses pembelajaran masih belum optimal dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi sains (Dahtiar, 2015). Kemampuan literasi sains siswa Indonesia pada aspek konten, proses dan konteks dalam kategori rendah (Odja & Payu, 2014; Suciati, et al, 2013).
Upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kemampuan literasi sains yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran (Sujana, 2014). Diperlukan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk kreatif dalam menggunakan pengetahuan dengan tepat berdasarkan bukti ilmiah, terutama dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan diri dalam memecahkan masalah serta dapat membuat keputusan ilmiah bersama dan dapat dipertanggungjawabkan (Holbrook et al, 2009). Melalui proses inkuiri maka kemampuan literasi sains dapat ditingkatkan (Carlson, 2008; Gormally et al, 2009, Adolphus; et al, 2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa (El Islami, 2013; Ngertini, et al, 2013).
Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan suatu model pembelajaran yang potensial untuk diterapkan pada pembelajaran biologi (Bialangi et al, 2016). Pembelajaran inkuiri terbimbing menekankan mahasiswa untuk belajar melalui tahapan untuk mendapatkan pengetahuan melalui proses metode ilmiah yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, memverifikasi hasil, dan menggeneralisasikan dengan menarik kesimpulan. Pada proses inkuiri terbimbing peran guru adalah sebagai pembimbing dalam proses pengambilan keputusan (Matthew, 2013; Obomanu et al, 2014). Pada proses pembelajaran inkuiri terbimbing siswa bekerjasama dengan guru untuk merumuskan masalah dan mengembangkan jawaban. Kegiatan tersebut dapat melatih siswa untuk mengembangkan sikap tanggungjawab dan kemampuan kognitif (Bilgin, 2009). Selain itu kegiatan inkuiri juga melatih siswa untuk terlibat secara aktif dalam menemukan konsep dan prinsip materi yang sedang dipelajari (Kubicek, 2005). Pemanfaatan artikel pada proses pembelajaran inkuiri dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam memahami bacaan, selain itu melalui kajian membaca juga dapat membangun pengetahuan mereka sendiri (Baer et al, 2008; Maulis et al, 2012). 


 

Komentar

Tag

Bahan Ajar (42) Biologi (33) Fisika (20) Guru (30) IPA (44) Kesehatan (11) Kimia (25) Kuliah (26) Media (3) Pembelajaran (56) Pendidikan (58) Penelitian (13) PLH (1)

Follower

Histats

Most Wanted