Pada abad 21, seseorang dituntut untuk dapat mengikuti
perkembangan sains dan teknologi (Ozdem et al, 2010). Sains
memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan pribadi pada masyarakat dan
ekonomi global. Maka agar bisa berhasil pada abad 21 ini, siswa seharusnya
memiliki kemampuan literasi sains yang baik dan memiliki prinsip belajar
sepanjang hayat (Glynn & Muth, 1994). Kemampuan literasi yang baik akan
membiasakan siswa untuk tidak hanya belajar membaca, tetapi membaca untuk
belajar, serta memiliki kemampuan untuk memahami bacaan (Kuhlthau, 2010).
Literasi sains menjadi suatu keharusan bagi setiap individu untuk memiliki
peluang yang lebih besar agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan dinamika
kehidupan dan meningkatkan pembangunan suatu bangsa (Genc, 2015; Jurecki, 2012;
Turgut, 2007).
Konsep literasi sains mulanya diperkenalkan oleh
Hurd (1958) dan McCurdy (1958) pada dunia pendidikan (Bacanak dan Gokdere,
2009). Literasi
sains didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dan menggunakan
pengetahuan dalam bidang sains (Dani, 2009; Cansiz, 2011; Cavas et al,
2013). Pengertian lain menyebutkan bahwa literasi sains merupakan suatu sikap
pemahaman seseorang terhadap sains dan kemampuan untuk mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari (Eisenhart, 1996; Hurd, 1998; De Boer, 2000). Komponen
literasi sains meliputi kemampuan mengidentifikasi pertanyaan dan
menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta,
mengkomunikasikan baik lisan maupun tulisan serta membuat keputusan dari
perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia sehingga memiliki sikap dan
kepekaan tinggi terhadap diri dan lingkungan (Toharudin et al,
2011).
Pada proses pembelajaran sains seharusnya siswa
dibekali kemampuan literasi sains yang baik (Hoolbroke, 2008),
termasuk mahasiswa yang mengambil program keguruan. Sebagai calon guru yang
berperan sebagai agen perubahan mempunyai peran penting dalam membelajarkan
sains kepada siswa untuk mencapai tujuan belajar sains (Ozdem et al, 2010). Maka
diharapkan guru juga memiliki kemampuan literasi sains yang baik (Cavas et al, 2013). Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
literasi sains masih belum seperti yang diharapkan. Dantaranya, penguasaan guru
terhadap kemampuan sains dan aplikasinya dalam pembelajaran masih sangat
rendah (Budiastra, 2011). Pada proses pembelajaran, guru belum
mengaitkan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari (Ayas et al,
2001), disisi lain guru SD dan mahasiswa PGSD belum memiliki kemampuan literasi
sains yang baik (Çepni, 1997; Çepni & Bacanak, 2002; Sujana, 2014). Kemampuan literasi sains siswa di Indonesia berada pada
kategori rendah dan proses pembelajaran masih belum optimal dalam upaya
meningkatkan kemampuan literasi sains (Dahtiar, 2015). Kemampuan literasi sains
siswa Indonesia pada aspek konten, proses dan konteks dalam kategori rendah
(Odja & Payu, 2014; Suciati, et al, 2013).
Upaya
yang dapat dilakukan guna meningkatkan kemampuan literasi sains yaitu dengan
meningkatkan kualitas pembelajaran (Sujana, 2014). Diperlukan model
pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk kreatif
dalam menggunakan pengetahuan dengan tepat berdasarkan bukti ilmiah, terutama
dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan diri dalam memecahkan masalah serta
dapat membuat keputusan ilmiah bersama dan dapat dipertanggungjawabkan
(Holbrook et al, 2009). Melalui proses inkuiri maka kemampuan
literasi sains dapat ditingkatkan (Carlson, 2008; Gormally et al, 2009,
Adolphus; et al, 2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan literasi sains
siswa (El Islami, 2013; Ngertini, et al, 2013).
Pembelajaran
inkuiri terbimbing merupakan suatu model pembelajaran yang potensial untuk
diterapkan pada pembelajaran biologi (Bialangi et al, 2016).
Pembelajaran inkuiri terbimbing menekankan mahasiswa untuk belajar melalui
tahapan untuk mendapatkan pengetahuan melalui proses metode ilmiah yaitu
merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, memverifikasi
hasil, dan menggeneralisasikan dengan menarik kesimpulan. Pada proses inkuiri
terbimbing peran guru adalah sebagai pembimbing dalam proses pengambilan
keputusan (Matthew, 2013; Obomanu et al, 2014). Pada proses pembelajaran
inkuiri terbimbing siswa bekerjasama dengan guru untuk merumuskan masalah dan
mengembangkan jawaban. Kegiatan tersebut dapat melatih siswa untuk
mengembangkan sikap tanggungjawab dan kemampuan kognitif (Bilgin, 2009). Selain
itu kegiatan inkuiri juga melatih siswa untuk terlibat secara aktif dalam
menemukan konsep dan prinsip materi yang sedang dipelajari (Kubicek, 2005).
Pemanfaatan artikel pada proses pembelajaran inkuiri dapat membantu siswa untuk
meningkatkan kemampuan dalam memahami bacaan, selain itu melalui kajian membaca
juga dapat membangun pengetahuan mereka sendiri (Baer et al, 2008; Maulis et
al, 2012).