wibiya widget

rss

Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan

Literasi Sains dan Pengukurannya


Kompetensi literasi sains menurut PISA terdiri dari tiga hal yaitu: 1) Kompetensi mengidentifikasi isu-isu ilmiah. Kemampuan ini meliputi bebrapa keterampilan yaitu mengidentifikasi masalah yang dapat diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata kunci untuk mencari informasi ilmiah, mengidentifikasi kata kunci dari penyelidikan ilmiah. 2) kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah.  Beberapa keterampilan dalam kompetensi ini mencakup menerapkan pengetahuan ilmu pada situasi tertentu, menggambarkan atau menafsirkan fenomena ilmiah dan memprediksi perubahan, mengidentifikasi deskripsi yang tepat, menjelaskan, dan melakukan prediksi. 3) Kompetensi menggunakan bukti-bukti ilmiah. Komptensi ini meliputi beberapa keterampilan yaitu mengintepretasikan bukti ilmiah dan membuat dan memberikan kesimpulan, mengidentifikasi asumsi-asumsi, bukti dan memberikan alasan untuk menarik kesimpulan, merefleksikan implikasi sosial dari sains dan perkembangan teknologi. (OECD, 2006; 2012; Toharudin., et al, 2011).
Pengukuran terhadap pencapaian literasi sains berdasarkan standar  PISA yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidenifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk  juga mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada. Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui akitivitas manusia. Situasi atau konteks adalah area aplikasi konsep-konsep sains yang dikelompokkan menjadi tiga area sains yaitu kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan dan teknologi (Toharudin., et al, 2011: 9)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi sains seseorang. Menurut Hariadi (2009) beberapa faktor yang mempengaruhi literasi sains pada seseorang yaitu: 1) sikap mahasiswa terhadap sains, 2) latar belakang pendidikan orang tua, 3) kepercayaan diri dan motivasi belajar sains, 4) waktu untuk belajar sains, 5) strategi belajar mengajar sains. Sejalan dengan pendapat tersebut Sujana, (2004) dan  Ă–zdem., et al (2010) menyebutkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kemampuan literasi sains yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran.


Analisis Kritis Artikel Model Pembelajaran CIRC


ANALISIS KRITIS ARTIKEL
oleh: Rizhal Hendi Ristanto


Bibliografi
Zarei, A.A. 2012. The Effects of STAD and CIRC on L2 Reading Comprehension and Vocabulary Learning. Frontiers of Language and Teaching, Vol. 3, 161-173

Tujuan penulisnya:
Mengetahui efektifitas penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan CIRC terhadap prestasi pemahaman bacaan dan belajar kosa kata bahasa inggris pada mahasiswa Iran.

Fakta-fakta Unik
Populasi dan sampel:
Populasi: 132 mahasiswi dari National Institute of English Language (NIEL) Takestan, Iran.
Sampel: 132 mahasiswi , teerdiri atas 3 kelompok pada tingkatan dasar, masing-masing kelompok terdiri dari 24 mahasiswi dan 3 kelompok dengan jumlah anggota masing-masing sebanyak 20.
Prosedur penelitian:
Membentuk kelompok yang bersifat heterogen yaitu dengan melihat hasil pre tes kemudian menentukan 5 siswa yang berprestasi tinggi dan 5 siswa dengan prestasi rendah, sedangkan pada kelompok dasar dipilih 6 siswa dengan prestasi tinggi dan 6 siswa dengan prestasi rendah.

Rumus menentukan anggota kelompok terdiri dari 1 prestasi tinggi dan rendah, serta 2 dengan prestasi rata-rata. Alasannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling belajar
Menentukan kelompok dengan menerapkan model STAD dan CIRC

Kelompok STAD:
Guru menjelaskan materi, kemudian siswa dalam kelompok saling belajar hingga bisa benar-benar memahami materi kemudian siswa diberikan tes secara individu. Hasil post test dan pre test kemudian di uji untuk mengukur hasil belajar mereka. Skor kelompok didapatkan dari hasil penjumlahan skor seluruh anggota, dan kelompok yang memiliki jumlah skor terbaik mendapatkan penghargaan.

Kelompok CIRC:
Siswa dalam kelompok diminta untuk mengikuti 4 fase Cooperative Strategic Reading (CSR)
Siswa diminta untuk merangkum pada tiap-tiap bagian bacaan
Setiap sesi terdiri dari 5 langkah yaitu (1) pengantar pembelajaran (2) pemodelan berpikir (3) bantuan scaffolding, mendapatkan lebih banyak bantuan guru, kurang mendapatkan bantuan guru, tidak ada bantuan guru (4) aplikasi dalam membaca (5) aplikasi secara tertulis.
Pada Setiap sesi, peserta didik dawajibkan membaca dan mendiskusikan hasil. Apabila siswa menemukan istilah baru maka siswa dimnita untuk menemukan makna istilah tersebut.
Pada kedua kelompok STAD maupun  CIRC dituntut untuk berdiskusi, saling membantu, sedangkan guru memberikan bimbingan pada tiap-tiap kelompok.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul:
Pada artikel, salah satu sintaks kooperatif STAD maupun CIRC mengapa tidak menyebutkan presentasi siswa atau diskusi kelas yang selama ini saya ketahui menjadi salah satu kelebihan pembelajaran kooperatif?

Bagaimanakah 4 fase Cooperative Strategic Reading  yang diterapkan pada model CIRC?

Bagaimakah efektifitas CIRC terhadap hasil belajar dan pemahaman  bahasa-bahasa ilmiah pada mata kuliah konsep dasar biologi SD?

Konsep Utama
Penelitian yang diterapkan pada mahasiswi National Institute of English Language dengan membandingkan dua model belajar kooperatif yaitu STAD dan CIRC menunjukkan pembelajaran CIRC lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar berupa pemahaman membaca dan belajar kosa kata atau istilah baru.

Refkeksi
Setelah menganalisis artikel ini, saya menjadi lebih memahami tentang prosedur pada pelaksanaan model CIRC yang nantinya model ini yang saya terapkan pada rencana penelitian disertasi saya, meskipun metode penelitian dalam artikel ini masih kurang menampilkan sintaks diskusi kelas atau presentasi kelas yang berfungsi untuk menyamkan persepsi yang mungkin masih belum tepat pada saat proses pembelajaran baik STAD maupun CIRC. CIRC tepat untuk belajar dengan membaca dan pemahaman pada istilah-istilah baru. Hal tersebut saya kira sesuai juga dengan karakteristik mata kuliah konsep dasar biologi SD yang menuntut mahasiswa untuk paham istilah-istilah atau bahasa-bahasa ilmiah yang selama ini masih menjadi salah satu kendala mahasiswa PGSD Universitas Pakuan yang didominasi dari lulusan SLTA jurusan non-IPA atau tidak ada mata pelajaran biologi.


KOMPONEN DAN ASPEK-ASPEK DALAM LITERASI SAINS

      Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (Rustaman et al., 2004). PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu:
  1. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains.
  2. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah. Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
  3. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
  4. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
  5. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang telah dipelajarinya.

      Dari hasil akhir proses sains ini, siswa diharapkan dapat menggunakan konsep-konsep sains dalam konteks yang berbeda dari yang telah dipelajarinya. PISA memandang pendidikan sains untuk mempersiapkan warganegara masa depan, yang mampu berpartisipasi dalam masyarakat yang akan semakin terpengaruh oleh kemajuan sains dan teknologi, perlu mengembangkan kemampuan anak untuk memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan keterbatasan sains. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, kemampuan untuk memperoleh pemahaman sains dan kemampuan untuk menginterpretasikan dan mematuhi fakta.  Alasan ini  yang menyebabkan PISA tahun 2003  menetapkan 3 komponen proses sains berikut ini dalam penilaian literasi sains.

1. Mendiskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains.
2. Memahami penyelidikan sains
3. Menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains.

PEMBELAJARAN LITERASI SAINS



            Pembelajaran literasi sains merupakan pembelajaran yang didasarkan pada pengembangan kemampuan pengetahuan sains di berbagai sendi kehidupan, mencari solusi permasalahan, membuat keputusan, dan meningkatkan kualitas hidup (Holbrook dan Rannikmae dalam Holbrook, 1998).
            Langkah-langkah pembelajaran literasi sains diadopsi dan diadaptasi dari proyek Chemie im Context atau ChiK (Nentwig et al., 2002) yang disesuaikan dengan kriteria pembelajaran berbasis literasi sains Holbrook (1998) dengan urutan sebagai berikut:

a. Tahap Kontak (Contact Phase)
            Pada tahap awal ini dikemukakan isu-isu atau masalah-masalah yang ada di masyarakat atau menggali berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar siswa yang dapat bersumber dari berita, artikel, atau pengalaman siswa sendiri. Topik tersebut kemudian dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari. Dengan begitu siswa diharapkan menyadari pentingnya memahami materi tersebut.

b. Tahap Kuriositi (Curiosity Phase)
            Pada tahap ini dikemukakan permasalahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengundang rasa penasaran dan keingintahuan siswa. Pertanyaan ini berkaitan dengan isu atau masalah yang telah dibicarakan dan untuk mampu menjawabnya, siswa memerlukan pengetahuan dari materi yang akan dipelajari.

c. Tahap Elaborasi (Elaboration Phase)
            Pada tahap ini dilakukan eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep sampai pertanyaan pada tahap kuriositi dapat terjawab. Eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya ceramah bermakna, diskusi dan kegiatan praktikum, atau gabungan dari ketiganya. Melalui kegiatan inilah berbagai kemampuan siswa akan tergali lebih dalam, baik aspek pengetahuan, keterampilan proses, maupun nilai dan sikap.

d. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Making Phase)
            Pada tahap ini dilakukan pengambilan keputusan bersama dari permasalahan yang dimunculkan pada tahap kuriositi. Dengan begini, penyelesaian dan permasalhan yang muncul tersebut jelas dan benar-benar dapat dipahami oleh siswa tanpa ada keraguan.

e. Tahap Nexus (Nexus Phase)
            Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan intisari (konsep dasar) dan materi yang dipelajari, kemudian mengaplikasikannya pada konteks yang lain (dekontekstualsasi), artinya masalah yang sama diberikan dalam konteks yang berbeda dimana memerlukan konsep pengetahuan yang sama untuk pemecahannya (Nentwig et al,. 2002). Tahap ini dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif dan bermakna, tidak hanya di dalam konteks pembelajaran tetapi juga di luar konteks pembelajaran.

f. Tahap Penilaian (Assesment Phase)
            Pada tahap ini dilakukan penilaian pembelajaran secara keseluruhan yang berguna untuk menilai keberhasilan belajar siswa. Penilaian dilakukan bukan hanya untuk menilai aspek pengetahuan atau konten saja, tetapi juga aspek proses, aspek konteks aplikasi, dan aspek sikap sains.

PTK (Penelitian Tindakan Kelas)

Menurut Rochiati Wiriaatmadja (2006), penelitian tindakan kelas adalah bentuk penelitian yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Artinya secara kolaboratif, guru tidak melakukan penelitian sendiri, ada kemungkinan berkolaborasi atau bekerja sama dengan sesama guru. Secara partisipatif bersama-sama mitra peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi langkah.
PTK (penelitian tindakan kelas) merupakan suatu penelitian tindakan yang akar permasalahannya muncul di kelas, dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam penelitian tindakan kelas muncul dari lamunan peneliti. Dalam PTK, peneliti atau guru dapat melihat sendiri praktik pembelajaran atau bersama dengan guru lain dia dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat pada segi aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK, guru secara reflektif (dapat menganalisis, mensintesis) terhadap apa yang telah terjadi di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK, pendidik dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif (Supardi, 2006).
Tujuan utama PTK adalah untuk memcahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut tidak dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. PTK, juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesionalnya. (Suhardjono, 2006).
Menurut Suwarsih Madya (2008), ada beberapa langkah dalam melaksanakan PTK. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah; b. Menganalisis masalah; c. Merumuskan hipotesis tindakan; d. Membuat rencana tindakan dan pemantauannya; e. Melaksanakan tindakan dan mengamatinya; f. Mengolah dan menafsirkan data; dan g. Melaporkan.
Jumadi (2008), menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. PTK mempunyai karakteristik yaitu:
a.    Bersifat situasional kontekstual, terkait dengan kegiatan mendiagnosis dan memecahkan masalah dalam konteks tertentu.
b.    Menggunakan pendekatan kolaboratif.
c.    Bersifat partisipatori, masing-masing anggota tim ikut mengambil bagian dalam pelaksanaan penelitiannya.
d.   Bersifat self evaluative, peneliti melakukan evaluasi sendiri secara kontinyu untuk meningkatkan praktik kerja.
e.    Prosedur PTK bersifat on-the-spot yang didesain untuk menangani masalah konkret yang ada di tempat itu juga.
f.     Memiliki sifat keluesan dan adaptif.
Sedangkan manfaat penelitian tindakan kelas antara lain:
a.    Sebagai alat untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan diagnosis dalam situasi tertentu.
b.    Sebagai alat pelatihan dalam jabatan sehingga membekali guru dengan keterampilan, metode dan teknik mengajar yang baru, mempertajam kemampuan analisis dan mempertinggi kesadaran atas kelebihan dan kekurangan pada dirinya.
c.    Sebagai alat memperkenalkan pendekatan tambahan yang inovatif pada pembelajaran.
d.   Sebagai alat meningkatkan komunikasi antara guru di lapangan dan peneliti akademis.
e.    Sebagai alat untuk menyediakan alternatif yang lebih baik untuk mengantisipasi pendekatan yang lebih subjektif, impresionistik dalam memecahkan masalah dalam kelas.


Kemampuan Memori



a. Pengertian Memori
Kemampuan ingatan (memori) merupakan fungsi fundamental  bagi proses mental yang berhubungan dengan kinerja intelektual, dengan memori memungkinkan organisme  untuk memiliki kemampuan berfikir, membaca, menulis, berbicara dan belajar. Tanpa memori organisme tidak mampu untuk melakukan kegiatan mental (mindless), tidak mampu membuat perbandingan serta tidak mampu berkomunikasi.
Kemampuan ingatan  secara sempit dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menerima atau memasukkan kesan-kesan, menyimpan kesan-kesan itu dan kemudian  mengeluarkan kembali kesan-kesan yang pernah diterima (Walgito, 1985).  Rathus (1981), mengatakan bahwa mengingat adalah suatu proses pengolahan informasi yang telah dipelajari atau diperoleh dari stimulus  yang dapat dipelihara dan diperoleh kembali di masa mendatang.
Drever (1960) dalam Walgito (2003: 145) berpendapat :
”Memory : in the abstract and most general sense, that chararteristic of living organism, in vertue of which modify future experiences and behaviour, invirtus of which they have a history, and that history is recorded in themselves, than characteristic which underlines all learning, recall and recognition- what we call remembering- but there may be learning without remembering”

Untuk mengetahui apa kemampuan memori lebih lanjut , harus memahami bagaimana daya ingat itu bekerja, dengan demikian dapat memahami mengapa hanya sedikit orang yang mempunyai kemampuan memori baik.  Menurut Mahesh Kapadia (2003: 5) daya ingat akan bekerja pada empat tahap: (1) Daya ingat mengenai sesuatu, (2) Kesan yang tinggal di daya ingat, (3) Daya ingat yang dapat menyimpan kesan, (4) Daya ingat yang dapat menyimpan apa yang perlu disimpan.
Apabila dihubungkan dengan penguasaan materi baik oleh para siswai, maka kemampuan ingatan mencakup tiga aspek yaitu: 1) Kemampuan untuk  menerima atau menangkap  dan memasukkan pesan atau materi  yang diterima ke dalam  ingatan; 2) Kamampuan untuk menyimpan pesan atau materi yang sudah dimasukkan ke dalam ingatan dengan baik; 3) Kemampuan untuk memunculkan kembali ke dalam kesadaran pesan atau materi yang sudah diterima, dimasukkan  dan  disimpan  dalam ingatan; 4) Ketiga kemampuan tersebut antara individu satu dengan individu lain  tidak sama, bahkan pada individu yang sama belum tentu memiliki kesamaan dalam ketiga kemampuan di atas. Ada individu yang memiliki kemampuan menerima dan menyimpan pesan atau materi cukup baik, tetapi kemampuannya untuk  menyampaikan atau memunculkan kembali ke dalam kesadaran kurang baik. Ada juga yang memiliki kemampuan menerima dan menyimpan materi kurang baik, tetapi kemampuannya untuk menyampaikan atau memunculkan kembali cukup baik.
Kemampuan untuk menerima, menyimpan dan memunculkan kembali pesan atau materi  mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap efektifitas siswa dalam menerima materi maupun kemampuan mengulas kembali materi  belajar. Semakin baik kemampuan ingatan seorang siswa, maka semakin banyak materi yang akan diserap, disimpan dan diingatnya kemudian memunculkan dan mengkomunikasikannya. Begitu  juga semakin baik kemampuan ingatan, maka semakin banyak ia menerima, menyimpan dan mengingat pesan atau materi yang diterimanya kemudian diaplikasikannya dalam bentuk perilaku.
Kemampuan ingatan dikatakan baik apabila memiliki sifat-sifat  cepat atau mudah mencamkan, setia, teguh dan luas dalam menyimpan serta siap memproduksi hal-hal yang telah dicamkan dan disimpan tanpa kesulitan. Ingatan dikatakan setia apabila mampu menyimpan pesan atau materi yang diterima dengan baik dan  tetap  atau tidak berubah sesuai dengan keadaan waktu menerimanya. Ingatan dikatakan teguh apabila mampu menyimpan pesan atau materi yang diterima dalam jangka waktu yang cukup lama dan  tidak mudah lupa. Ingatan dikatakan luas apabila  mampu menyimpan  pesan atau materi dalam jumlah yang relatif  banyak, sedangkan ingatan dikatakan siap  apabila mampu dengan mudah mereproduksi atau memunculkan kembali pesan atau materi yang telah disimpan.
Ada dua cara  dalam mereprodukai atau memunculkan kembali pesan atau materi yang sudah tersimpan, yaitu dengan cara mengingat kembali atau recall dan mengenal kembali atau recognition. Pada mengingat kembali  individu dapat memunculkan  kembali pesan atau materi yang pernah disimpan dalam ingatan ke dalam kesadaran dengan tanpa adanya objek atau stimulus, sedangkan pada mengenal kembali individu dapat memunculkan kembali pesan atau materi yang pernah disimpan dalam ingatan ke dalam kesadaran dengan  adanya objek atau stimulus yang dapat dijadikan tumpuan dalam memunculkan pesan atau materi tersebut (Walgito, 1985).
Menurut Walgito (1985), ada beberapa cara  atau metode untuk mempelajari ingatan, yaitu metode mempelajari, metode mempelajari kembali, metode rekonstruksi, metode mengenal kembali, metode mengingat kembali dan metode asosiasi berpasangan. Terdapat perbedaan kemampuan dan kecepatan individu  untuk memasukkan  apa yang diamatinya dan semakin lama suatu materi  disimpan dalam ingatan dan jarang dimunculkan dalam kesadaran, maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelupaan.
Selain kemampuan ingatan, ada faktor psikologis lain yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam proses dakwah, yaitu inteligensi. Inteligensi  adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak, merespon secara benar dan tepat serta menyesuaikan  dengan lingkungan. Di dalam struktur inteligensi menurut Guilford juga terkandung komponen ingatan (Rustam, 1984).
Menurut Wechster (dalam Atkinson, dkk,1983) inteligensi adalah  sejumlah kapasitas atau seluruh kapasitas individu untuk bertindak, berpikir secara rasional dan untuk menyesuaikan  diri secara efektif dengan lingkungannya, sedangkan menurut Sternberg (dalam Atkinson, dkk, 1983) inteligensi meliputi empat kemampuan, yaitu  kemampuan untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman, kemampuan untuk berfikir dan mempertimbangkan secara abstrak, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan situasi sekeliling yang tidak menentu serta  kemampuan memotivasi  untuk menyelesaikan tugas-tugas yang perlu diselesaikan  dengan cara terbaik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inteligensi merupakan potensi yang diturunkan  dan dimiliki oleh setiap orang  untuk berfikir secara logis, berfikir abstrak dan kelincahan berfikir.
b.    Struktur Ingatan (Memori)

Secara struktural kemampuan ingatan (memori) dibedakan menjadi tiga sistem yang dikenal dengan model paradigma  Atkinson dan Shiffrin yang telah disempurnakan oleh Tulving dan Madison (Solso, 1998), yaitu : 1) Sensory Memory (sistem ingatan sensori); 2) Short Term Memory (ingatan jangka pendek); 3) Long Term Memory (ingatan jangka panjang)

Sensory Memory  mencatat informasi atau stimulus yang masuk melalui salah satu kombinasi panca indera, yaitu secara visual melalui mata, pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah  dan rabaan melalui kulit. Informasi tersebut akan diseleksi oleh individu secara sadar atau tidak sadar, bila informasi tersebut tidak diperhatikan, maka akan langsung terlupakan, tetapi bila diperhatikan, maka informasi tersebut akan ditransformasikan ke sistem ingatan jangka pendek, apabila diulang-ulang, maka akan masuk ke ingatan jangka panjang dan akan bersifat permanen. Adanya pembagian Short Term Memory dan Long Term Memory didasarkan pada suatu model pendekatan  information process, di mana pesan atau informasi  diproses melalui tahap-tahap  tertentu yang berurutan, sebelum masuk ke Long Term Memory pesan atau informasi tersebut  harus melewati tahap Short Term Memory.

Selanjutnya setelah berada dalam sistem ingatan jangka panjang, informasi tersebut dapat dimunculkan kembali melalui strategi tertentu (recall atau recognition) atau informasi tersebut terlupakan (gagal atau tidak dapat dimunculkan kembali) karena kekurangan  dalam sistem pengarsipannya. Menurut Solso (1998), sistem ingatan jangka panjang  adalah kemampuan untuk menggali hal-hal lampau  dan menggunakan informasi tersebut untuk kejadian sekarang.

Kapasitas dan durasi sistem ingatan jangka panjang ini tidak terbatas, tetapi ada dua pendapat mengenai informasi yang tersimpan dalam sistem ingatan jangka panjang, yaitu : 1) Informasi dalam sistem ingatan jangka panjang tidak akan hilang, hanya individu tidak bisa memunculkan kembali; 2) Informasi dalam sistem ingatan jangka panjang dapat saja hilang karena adanya proses decay (pembusukan) atau interference (masuknya informasi baru yang mengganggu); 3) Huttenlucher dan Burke (dalam Matlin, 1989), mengatakan bahwa semakin sering orang menjaga ingatan atau memorinya, semakin banyak  informasi yang diingatnya, hal ini mengindikasikan  bahwa pengulangan  yang dilakukan untuk menjaga informasi yang diperoleh akan memungkinkan informasi yang masuk ke dalam sistem ingatan jangka pendek  masuk ke dalam sistem ingatan jangka panjang, kemudian pengaktifan sistem ingatan jangka pendek secara rutin akan memusatkan konsentrasi  dalam mengingat informasi.

Menurut Tulving (Solso, 1998), sistem ingatan atau memori yang paling baik  diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu memori prosedural, semantik dan episodik. Memori prosedural merupakan bentuk memori paling rendah, menyimpan hubungan antara stimulus dan respon yang dapat disamakan dengan ingatan asosiatif. Memori semantik adalah memori yang berhubungan dengan kata-kata, konsep-konsep, aturan-aturan dan ide-ide abstrak  yang bersifat kognitif. Memori semantik berguna untuk mendapatkan informasi dalam penyelesaian masalah, membaca atau dalam penggunaan bahasa. Memori ini sifatnya relatif stabil, menetap dan sulit hilang atau dilupakan. Memori semantik merupakan ensiklopedi mental  yang mengorganisasikan pengetahuan individu tentang kata-kata atau simbol verbal, makna dan referensinya, tentang hubungan yang terjadi di antara keduanya, tentang aturan, rumus-rumus dan sebagainya. Kapasitas seseorang untuk memproses informasi dengan cepat sangat dipengaruhi oleh efektivitas proses pengungkapan dan pengorganisasian informasi yang teratur  dalam memori semantik.

Sedangkan memori episodik adalah memori yang berhubungan dengan penerimaan dan penyimpanan  informasi tentang berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi  secara epoisodik dalam kehidupan manusia serta hal-hal yang berhubungan dengannya. Memori episodik ini memiliki sifat sangat mudah berubah dan hilang karena informasi baru yang masuk, tetapi sangat penting untuk mengingat kembali berbagai peristiwa dan kejadian  (misalnya mengenal tempat dan orang). Memori ini kurang teratur struktur formalnya dibandingkan dengan memori semantik.

a.      Macam-macam Memori
Cognitive Model (Model Kognitif) mejelaskan bahwa Memori merupakan bagian dari information processing. Teori ini mencoba menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga macam Memori sebagai berikut: 1). Memori Sensoris: Memori Sensoris didefinisikan sebagai ”momentary    lingering of sensory information after a stimulus is removed.” Diterjemahkan secara bebas, kalimat di atas bermakna bahwa Memori Sensoris adalah informasi sensoris yang masih tersisa sesaat setelah stimulus diambil. Tidak semua informasi yang tercatat dalam Memori Sensoris akan disimpan lebih lanjut ke Memori Jangka Pendek atau Jangka Panjang, karena manusia akan melakukan proses selective attention, yaitu memilih informasi mana yang akan diproses lebih lanjut; 2) Memori Jangka Pendek: Memori Jangka Pendek disimpan lebih lama dibanding Memori Sensoris. Memori ini berisi hal-hal yang kita sadari dalam benak kita pada saat ini. Otak kita dapat melakukan beberapa proses untuk menyimpan apa yang ada di Memori Jangka Pendek ke dalam Memori Jangka Panjang, misalnya rehearsal (mengulang-ulang informasi di dalam benak kita hingga akhirnya kita mengingatnya) atau encoding (proses di mana informasi diubah bentuknya menjadi sesuatu yang mudah diingat). Salah satu contoh konkret proses encoding adalah ketika kita melakukan chunking, seperti ketika kita mengingat nomor telepon, di mana kita akan berusaha membagi-bagi sederetan angka itu menjadi beberapa potongan yang lebih mudah diingat;  3) Memori Jangka Panjang: Memori Jangka Panjang adalah informasi-informasi yang disimpan dalam ingatan kita untuk keperluan di masa yang akan datang. Ketika kita membutuhkan informasi yang sudah berada di Memori Jangka Panjang, maka kita akan melakukan proses retrieval, yaitu proses mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkan tersebut.
Proses retrieval ini bisa berupa:  Recognition: Mengenali suatu stimulus   yang sudah pernah dialami   sebelumnya. Misalnya dalam soal pilihan berganda, siswa hanya dituntut untuk melakukan recognition karena semua pilihan jawaban sudah diberikan. Siswa hanya perlu mengenali jawaban yang benar di antara pilihan yang ada.  Recall: Mengingat kembali informasi yang pernah disimpan di masa yang lalu. Misalnya ketika saksi mata diminta menceritakan kembali apa yang terjadi di lokasi kecelakaan, maka saksi tersebut harus melakukan proses recal.  Retrieval bisa dibantu dengan adanya cue, yaitu informasi yang berhubungan dengan apa yang tersimpan di Memori Jangka Panjang. Terkadang kita merasa sudah hampir bisa menyebutkan sesuatu dari ingatan kita namun tetap tidak bisa; fenomena ini disebut tip of the tounge. Misalnya ketika kita bertemu dengan kenalan lama dan kita yakin sekali bahwa kita mengingat namanya namun tetap tidak dapat menyebutkannya.
d.  Cara Meningkatkan  Kemampuan Memori
Memori merupakan suatu trait (sifat) atau skill (kemampuan). Trait merupakan sesuatu yang stabil dan tidak dapat ditingkatkan, sedangkan skill merupakan sesuatu yang bisa dipelajari dan ditingkatkan. Orang yang memiliki kemampuan memori yang sangat tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Proses encoding yang majemuk dan bermakna; 2) Memiliki banyak cue dengan asosiasi tinggi; 3) Banyak latihan

PRESTASI BELAJAR

Scince Education [Pasca UNS 2009]
a.   Pengertian Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapaun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang dianut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.
Selanjutnya Winkel (2007:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya” sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988:700), prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”. Jadi dengan adanya nilai dari guru dapat diketahui apakah prestasi belajar siswa itu baik atau tidak.
Menurut Ignatius Masidjo (1995), hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar. Belajar yang dilakukan oleh siswa menyangkut tiga bidang yaitu ranah kognitif (pengetahuan dan pemahaman), afektif (perasaan, minat, motivasi, sikap, dan nilai), dan psikomotoris (pengamatan dan gerakan-gerakan motorik). Ranah dalam taksonomi Bloom yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) ranah kognitif meliputi tingkah laku dari tingkatan terendah sampai tertinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan (application), analisis, sisntesis, evaluasi, 2) ranah afektif meliputi berbagai tingkah laku dari tingkatan terendah sampai tertinggi, yaitu penerimaan (receiving), partisipasi (responding), penilaian, organisasi pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex), 3) ranah psikomotor berhubungan dengan aktifitas fisik yang berkaitan dengan proses mental. Kemampuan ini mempunyai cirri khas adalah kemampuan menyusun mekanisme kerja sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan.
Prestasi belajar diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar atau pembelajaran, baik secara pribadi maupun kelompok. Jadi dapat dikatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari tingkah laku akhir pada kegiatan belajar siswa yang dapat diamati. Prestasi belajar menyangkut tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Prestasi belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam proses belajar mengajar yang didapatkan dari hasil evaluasi,baik berupa tes maupun non-tes, yang dilakukan selama atau setelah kegiatan belajar mengajar. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil aktivitas terbaik yang dilakukan dalam memperoleh pengetahuan atau keterampilan baik secara individu maupun kelompok pada mata pelajaran tertentu.
b.   Mengukur Prestasi Belajar
Pengukuran dalam sekolah berkaitan dengan deskripsi kuantitatif mengenai tingkah laku siswa. Pengukuran hanya memberikan angka-angka tentang sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Lord dan Novick (1968) dalam Suke Silverius (1991:6) mendefinisikan pengukuran sebagai “A procedure for assigning numbers (usually called score) to a specified attribute or characteristic of persons in such a manner as to maintain the real world relationships among the persons with regard to the attribute being measured”. Definisi ini diterjemahkan bebas oleh penulis: “Suatu prosedur untuk memberikan angka (biasanya disebut skor) kepada suatu sifat atau karakteristik tertentu seseorang sedemikian sehingga mempertahankan hubungan senyatanya antara seseorang dengan orang lain sehubungan dengan sifat yang diukur itu.”
Definisi tersebut memberikan pengertian bahwa angka-angka (skor) yang diberikan dalam pengukuran tetap mempertahankan hubungan antarsiswa seperti yang ada dalam kenyataannya. Siswa yang lebih pintar fisika mestinya mendapat nilai yang lebih tinggi daripada siswa yang kurang pintar fisika dalam pengukuran dengan obyek fisika. Secara umum pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka pada seseorang berdasarkan kriteria tertentu. Hasil pengukuran dapat dipakai untuk membuat penilaian.
Menurut Suharsimi Arikunto (2000), hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana bahan pelajaran atau materi yang diajarkan dapat dipahami siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini bertujuan untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan ditetapkan.
Hasil belajar yang diperoleh merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru. Untuk dapat memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal tidaklah mudah diperlukan usaha yang cukup keras bagi siswa, guru, dan juga pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran baik yang langsung maupun tidak langsung. Pengertian prestasi belajar menurut Ngalim Purwanto (1994: 84) adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
Pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap domain psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Menurut Syaiful Sagala (2005: 12), bahwa untuk menangkap isi dan pesan belajar maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah diantaranya ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbada dengan penalaran yang terdiri dari penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan hidup. Psikomotorik yaitu kemempuan yang mengutamakan ketrampilan jasmani terdiri dari kesiapan, persepsi, gerakan terbiasa, gerakan terbimbing, gerakan kompleks, penyesuaiaan pola gerakan dan kreatifitas.
Namun demikian pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah tersebut, khususnya ranah siswa sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, rasa maupun karsa (Muhibbin, 2006: 213).
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Nana Sudjana, 2008:3). Jenis penilaian yang digunakan dalam penelitian ini berupa penilaian formatif, yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran pada pokok bahasan listrik statis. Alat penilaian yang dalam bentuk tes maupun non-tes. Penilaian non-tes digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam aspek afektif dan psikomotor, sedangkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam aspek kognitif umumnya dilakukan dengan tes. Alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut memenuhi dua hal, yakni ketepatannya atau validitasnya dan keajegannya atau reliabilitasnya (Nana Sudjana, 1996: 12). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui prestasi belajar dilakukan evaluasi atau penilaian. Bentuk penilian berupa tes maupun non tes. Tes yang baik harus memenuhi kriteria tertentu dan juga harus sesuai dengan tujuan peruntukannya.

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSA)

Proses Kerja PLTsa terdapat dua macam yaitu: Proses pembakaran dan proses teknologi fermentasi metana
1.   Proses pembakaran
PLTSa dengan proses pembakaran menggunakan proses konversi Thermal dalam mengolah sampah menjadi energi. Proses kerja tersebut dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
a.      Pemilahan dan Penyimpanan Sampah
1)  Limbah sampah kota yang berjumlah ± 500-700 ton akan dikumpulkan pada suatu tempat yang dinamakan Tempat Pengolahan Akhir (TPA).
2)  Pemilahan sampah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan PLTSa.
3)  Sampah ini kemudian disimpan didalam bunker yang menggunakan teknologi RDF (Refused Derived Fuel).Teknologi RDF ini berguna dalam  mengubah limbah sampah kota menjadi limbah padatan sehingga mempunyai nilai kalor yang tinggi.
4)  Penyimpanan dilakukan selama lima hari hingga kadar air tinggal 45 % yang kemudian dilanjutkan dengan pembakaran.
b.      Pembakaran Sampah
1)  Tungku PLTSa pada awal pengoperasiannya akan  digunakan bahan bakar minyak.
2)  Setelah suhu mencapai 850oC – 900oC, sampah akan dimasukkan dalam tungku pembakaran (insenerator) yang berjalan 7800 jam.
3)  Hasil pembakaran limbah sampah akan menghasilkan gas buangan yang mengandung CO, CO2, O2, NOx, dan Sox. Hanya saja, dalam proses tersebut  juga terjadi penurunan kadar O2. Penurunan kadar O2 pada keluaran tungku bakar menyebabkan panas yang terbawa keluar menjadi berkurang dan hal tersebut sangat berpengaruh pada efisiensi pembangkit listrik.
c.      Pemanasan Boiler
Panas yang dipakai dalam memanaskan boiler berasal dari pembakaran sampah. Panas ini akan memanaskan boiler dan mengubah air didalam boiler menjadi uap.
d.      Penggerakan Turbin dan Generator Serta Hasil.
Uap yang tercipta akan disalurkan ke turbin uap sehingga turbin akan berputar. Karena turbin dihubungkan dengan generator maka ketika turbin berputar generator juga akan berputar. Generator yang berputar akan mengahsilkan tenaga listrik  yang kan disalurkan ke jaringan listrik milik PLN. Dari proses diatas dengan jumlah sampah yang berkisar 500-700 ton tiap harinya dapat diolah menjadi sumber energi berupa listrik sebesar 7 Megawatt
2.   Teknologi Fermentasi Metana
Pada tauhn 2002, di Jepang, telah dicanangkan biomass-strategi total Jepang” sebagai kebijakan negara. Sebagai salah satu teknologi pemanfaatan biomass sumber daya alam dapat diperbaharui yang dikembangkan di bawah moto bendera ini, dikenal teknologi fermentasi gas metana. Sampah dapur serta air seni, serta isi septic tank diolah dengan fermentasi gas metana dan diambil biomassnya untuk menghasilkan listrik, lebih lanjut panas yang ditimbulkan juga turut dimanfaatkan. Sedangkan residunya dapat digunakan untuk pembuatan kompos.
Karena sampah dapur mengandung air 70–80%, sebelum dibakar, kandungan air tersebut perlu diuapkan. Di sini, dengan pembagian berdasarkan sumber  penghasil sampah dapur serta fermentasi gas metana, dapat dihasilkan sumber energi baru dan ditingkatkan efisiensi termal secara total.
Pemanfaatan Gas dari Sampah untuk Pembangkit Listrik dengan teknologi fermentasi metana dilakukan dengan dengan metode sanitary landfill yaitu, memanfaatkan gas yang dihasilkan dari sampah (gas sanitary landfill/LFG).
Landfill Gas (LFG) adalah produk sampingan dari proses dekomposisi dari timbunan sampah yang terdiri dari unsur 50% metan (CH4), 50% karbon dioksida (CO2) dan <1% non-methane organic compound (NMOCs). LFG harus dikontrol dan dikelola dengan baik karena lanjut Beliau, jika hal tersebut tidak dilakukan dapat menimbulka smog (kabut gas beracun), pemanasan global dan kemungkinan terjadi ledakan gas, sistem sanitary landfill dilakukan dengan cara memasukkan sampah kedalam lubang selanjutnya diratakan dan dipadatkan kemudian ditutup dengan tanah yang gembur demikian seterusnya hingga menbentuk lapisan-lapisan.
Untuk memanfatkan gas yang sudah terbentuk, proses selanjutnya adalah memasang pipa-pipa penyalur untuk mengeluarkan gas. Gas selanjutnya dialirkan menuju tabung pemurnian sebelum pada akhirnya dialirkan ke generator untuk memutar turbin. Dalam penerapan sistem sanitary landfill yang perlu diperhatikan adalah, luas area harus mencukupi, tanah untuk penutup harus gembur, permukaan tanah harus dalam dan agar ekonomis lokasi harus dekat dengan sampah sehingga biaya transportasi untuk mengangkut tanah tidak terlalu tinggi.

 

Komentar

Tag

Bahan Ajar (42) Biologi (33) Fisika (20) Guru (30) IPA (44) Kesehatan (11) Kimia (25) Kuliah (26) Media (3) PLH (1) Pembelajaran (56) Pendidikan (58) Penelitian (13)

Follower

Histats

Most Wanted