Sekarang banyak guru yang nasibnya lebih maju, memang ada yang mampu mengoleksi berbagai pasang sepatu, rumahnya pun ada yang sudah berdinding batu, mobilnya pun sudah dengan model terbaru, akan tetapi masih banyak membuat hati pilu, ada yang masih tinggal di rumah bambu, untuk menutupi hidup harus bekerja tanpa pandang bulu, jadi tukang kayu, tukang batu, penjahit baju, atau sol sepatu. Jika ada yang sakit atau perlu untuk bekal anak menuntut ilmu, pinjaman pun diburu yang kadang dilakoni dengan taruhan malu.
Jadi wajar saja, jika banyak yang memilih profesi guru, bukan karena panggilan jiwanya yang telah menyatu, tetapi daripada ke mana pun tak laku, daripada jadi pengangguran dengan nasib kelabu, biarlah jadi guru, yang penting ada penghasilan yang ditunggu setiap empat minggu atau mungkin sekali seminggu. Kalau calon gurunya yang seperti itu, jangan harap akan bisa memberi ilmu dengan cara bermutu karena orientasinya hanya mencari pengisi saku.
Jangan harap akan menghasilkan lulusan yang berpikiran maju dan punya ide yang jitu, karena bukan itu yang dituju. Kalau soal kesejahteraan yang belum menentu, sabar sajalah, kita tak usah ikut-ikutan seperti para benalu yang tidak punya malu dan hatinya telah membatu.
Jadilah sumber ilmu yang melepaskan peserta didik dari belenggu dan tidak terpaku pada aspek-aspek yang bersifat formal dan kaku. Jadilah guru yang terus menerus belajar sehingga menjadi mata air yang tak pernah habis, semakin diambil semakin jernih airnya yang jika mengalir akan tampak bening menyejukkan mata yang memandang dan jika diminum akan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya. Jadilah guru yang selalu dirindu, jadilah guru yang menjadi mutiara bangsaku.
selamat pagi guru !!