ONTOLOGI
Merupakan cabang
metafisika yang membicarakan eksistensi dan ragam dari suatu kenyataa. Ada
beberapa tafsiran tentang kenyataan, diantaranya menurut supernaturalisme dan
naturalisme.
1. Supernaturalisme:
terdapat
wujud-wujud yang bersifat gaib (supernatural) dan wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa
dibandingkan dengan wujud alam yang nyata. Kepercayaan yang didasarkan pada
supernaturalisme adalah animisme, yang berpandangan bahwa terdapat roh-roh yang
bersifat gaib, yang terdapat dalam benda-benda tertentu, misalnya: batu, gua,
keris, dan sebagainya.
2. Naturalisme.
Paham yang
berdasarkan naturalisme, yaitu materialisme, menganggap bahwa gejala-gejala alam diketahui. Tokoh pioner
materialisme adalah (Democritos (460-370 SM).
EPISTEMOLOGI (Epistemology)
Epistemologi
disebut juga the theory of knowledge atau teori pengetahuan.
Epistemologi berusaha mengidentifikasi dasar dan hakikat kebenaran dan
pengetahuan. Pertanyaan khas dari epistemologi adalah bagaimana mengetahui (how
to know?), pertanyaan tersebut tidak hanya menanyakan apa (what)
dari apa yang kita tahu (the products), tetapi juga tentang bagaimana (how)
kita sampai mengetahuinya (the process). Para epistemolog adalah pencari
pengetahuan yang sangat ulet. Mereka ingin mengetahui apa yang diketahui (what
is known), siapa yang tahu atau dapat mengetahuinya (who knows or can
know), dan yang terpenting, bagaimana kita tahu (how we know).
Mereka adalah para pengawas dari keluasan ranah kognitif manusia.
Pertanyaan-pertnyaan
tersebut didahului dengan pertnayaan, “dapatkah kita mengetahui (can we
know?)”. terdapat tiga posisi epistemologis
Dogmatisme
Aliran ini
menjawab: ya, tentu saja kita dapat dan benar-benar mengetahui (we can and
do know). Selanjutnya, kita yakin (we are certain). Untuk mengetahui
sesuatu, kita hars lebih dahulu memiliki beberapa pengetahuan yang memenuhi dua
kriteria, yaitu certain (pasti) dan uninferred (tidak
bergantung pada klaim pengetahuan sebelumnya). Contoh: a = a dan keseluruhan > bagian.
Skeptisme
Aliran ini
menjawab, bahwa tidak benar-benar tahu da tidak juga dapat mengetahui. Mereka
setuju dengan dogmatisme bahwa untuk berpengatahuan, seseorang terlebih dahulu
harus mempunyai beberapa premis yang pasti dan bukannya inferensi. Akan tetapi,
mereka menolak klaim eksistensi premis-premis yang self-evident (terbukti
dengan sendirinya). Respon aliran ini seolah-olah menenggelamkan manusia ke
dalam lautan ketidakpastian dan opini.
Fallibilisme
Aliran ini
menjawab bahwa kita dapat mengetahui sesuatu, tetapi kita tidak akan pernah
memepunyai pengetahuan pasti sebagaimana pandangan kaum dogmatis. Mereka hanya
mengatakan ada yang dapat diverifikasi melampui posibillitas-posibillitas dari
keraguan yang mencakup pernyataan tertentu. Inilah yang dikenal dengan istilah
“doubting Thomas”, yaitu yakin bahwa kita selalu berhubungan dengan berbagai
posibilitas dan probabilitas (pengetahuan), tetapi tidak pernah berhubungan
dengan kepastian. Filosofi falllibilistik ini memandang sains senantiasa berada
dalam gerak (posture) dan tidak diam. Belajar pengetahuan selalu
bersifat terbuka untuk berubah dan bukannya final, bersifat relatif dan
bukannya absolut, bersifat mungkin daripada pasti. Model kerja aliran aliran
ini adalah mengkaji pergeseran-pergeseran, melakukan cek dan re-cek, meskipun
hasil yang dicapai selalu saja akan bersifat tentatif. Para filsuf kontemporer,
kecuali beberapa eksistensibilitas, percaya bahwa kita (manusia) memang dapat
mengetahui, tetapi bagaimana? Idealisme menjawab bahwa pengetahuan itu terdiri
atas ide. Ide adalah produk akal (the mind) atau hasil dari proses
mental dari intuisi dan penalaran. Intuisi (jika belum nalar) dapat meraih
pengetahuan yang pasti. Analogi yang dipakainya adlah analogi garputala.
Realis klasik menjawab bahwa daya rasional dari akal
mengurai kode pengalaman dan merajut kebenaran darinya. Pengetahuan kita
tentang dunia eksternal hadir melalui penalaran terhadap laporan-laporan
observasi. Meskipun laporan tersebut dari waktu ke waktu sering menipu kita,
kita selalu dapat bersandar pada nalar kita dan percayalah bahwa pengetahuan
pasti ada, kebenaran absolut itu ada, dan kita bisa menemukannya.
Kaum Thomis menjawab bahwa kita meletakkan kepercayaan
pada wahyu sebagaimana pada nalar. Bagi mereka, ada kebenaran yang ditemukan (truth
finding) dan kebenaran yang diberikan (truth living). Adapun orang
yang bijak adalah orang yang mampu mengambil manfaat dari keduanya. Aliran ini
secara epistemologis bersifat dogmatis. Sementara kaum realis modern,
pragmatis, empiris logis, atau naturalis mengambil tesis falibilistik bahwa
pengetahuan bersifat kontingen dari perubahan serta kebenaran bersifat relatif
sesuai dengan kondisinya. Dari sini, epistemologi adalah bidang tugas filsafat
yang mencakup identifikasi dan pengujian kriteria pengetahuan dan kebenaran.
Pernyataan kategoris yang menyebutkan bahwa “ini kita tahu” atau “ini adalah
kebenaran” merupakan pernyataan yang penuh makna bagi para pendidik.
Axiologi
Axiologi merupakan cabang filsafat
ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Dalam
Encyslopedia of philosophy dijelaskan axiologi disamakan dengan value and
valuation: 1) Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang
lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan
kesucian, 2) Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata
sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu
yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia. 3) Nilai juga dipakai sebagai
kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Menurut Bramel (dalam
ikartiwa, 2011) Axiologi terbagi tiga bagian: 1) Moral Conduct, yaitu tindakan moral,
Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika. 2) Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan
keindahan, 3) Socio-politcal life,
yaitu kehidupan sosial
politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.
Menurut Wibisono (dalam
ikartiwa, 2011) axiologi adalah nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian,
serta penerapan ilmu. Axiologi adalah bagian dari
filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right
and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Axiologi mencoba merumuskan suatu teori yang
konsisten untuk perilaku etis.
Axiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kusumawardhana, 2011). Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Juga dinyatakan bahwa
pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:
1) Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari
sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku
dan keberadaannya tergantung dari pengalaman, 2) Obyektivisme logis yaitu nilai
merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam
ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui
melalui akal, 3) Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif
yang menyusun kenyataan.
Situasi nilai meliputi empat hal yaitu pertama, segi pragmatis yang merupakan
suatu subyek yang memberi nilai. Kedua, segi semantis yang merupakan suatu
obyek yang diberi nilai. Ketiga, suatu perbuatan penilaian. Keempat, nilai
ditambah perbuatan penilaian.
Axiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah axiologi berasal dari kata
axio dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos
artinya akal, teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai
kodrat,kriteria dan status metafisik dari nilai. Problem utama axiologi ujar
runes (dalam
Rizal, 2001) berkaitan empat faktor: 1) Kodrat nilai berupa problem
mengenai apakah nilai itu berasl dari keinginan, kesenangan, kepentingan,
keinginan rasio murni, 2) Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan antara nilai
intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai
instrumental (baik barang-barang ekonomi atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai
nilai-nilai intrinsik. 3) Kriteria nilai (ukuran nilai yang di butuhkan).
Axiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum,
sebagai landasan ilmu, axiologi membicarakan untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu di pergunakan?. Axiologi
ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat Nilai, pada umumnya ditinjau dari
sudut pandangan kefilsafatan (Surajiyo, 2007).
Nilai Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena mengandung
kualitas-kualitas pengirisan didalam dirinya, sedangkan Nilai Instrumentalnya
ialah pisau yang baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk mengiris, jadi
dapat disimpulkan
bahwa Nilai Instrinsik ialah Nilai yang yang dikandung pisau itu sendiri atau
sesuatu itu sendiri, sedangkan Nilai Instrumental ialah Nilai sesuatu yang
bermanfaat atau dapat dikatakan Niai guna (Soejono, 1986).
Situasi Nilai meliputi:
1) Suatu subyek yang memberi nilai – yang sebaiknya kita namakan “segi pragmatis”, 2 )Suatu
obyek yang diberi nilai-yang
kita sebut “segi semantis”, 3) Suatu perbuatan penilaian, 4) Suatu nilai ditambah perbuatan penilaian.
Pendekatan-pendekatan dalam Axiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu 1. Nilai
sepenuhnya berhakekat subyektif, 2. Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari
segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu, 3. Nilai-Nilai
merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan. Sedangkan makna “Nilai” memiliki arti: 1. Mengandung
Nilai, 2. Merupakan
Nilai, 3. Mempunyai
Nilai, 4. Memberi
Nilai