Teori McClelland dikenal dengan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Akhmad Sudrajat merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan “melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : 1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; 2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan 3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Fernald & Fernald dalam Lili Garliah dan Fatma Kartika Sary Nasution dalam penelitiannya (2005: 39) menyebutkan beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang yaitu: 1) keluarga dan kebudayaan (family and cultural), yaitu motivasi dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan teman, pola asuh orang tua juga memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi anak, 2) konsep diri (self concept), konsep diri merupakan bagaimana seseorang berfikir mengenai dirinya sendiri. Apabila dirinya percaya mampu melakukan sesuatum maka individu tersebut akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku, 3) jenis kelamin (sex roles) prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya wanita tersebut berada diantara para pria.
Motivasi berprestasi atau kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement), pertama kali diperkenalkan oleh David McClelland. Menurut McClelland untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, maka yang terpenting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Dia melakukan penelitian yang sangat dalam mengenai motif dalam hubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jatuh bangunnya negara-negara beserta kebudayaannya berhubungan erat dengan perubahan pada kebutuhan untuk beprestasi warganya (Alex Sobur, 2003 : 284).
Dari hasil penelitiannya McClelland menunjukkan bahwa karakteristik umum dari orang yang memiliki motivasi berprestasi adalah: 1) mencapai keberhasilan lebih penting daripada materi atau imbalan finansial, 2) melaksanakan tugas dengan sukses memberikan kepuasan diri yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan, 3) keamanan dan kedudukan bukan motivasi utama, 4) menginginkan umpan balik dari pekerjaannya, dan 5) Selalu mencari cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan (David McClelland's motivational needs theory http://www.businessballs.com, diakses 13 November 2009).
McClelland juga menemukan bahwa siswa dengan motivasi berprestasi rendah mempunyai kecenderungan berpikir lebih banyak tentang ketidakpastian, rintangan, hambatan, dan kemungkinan mendapatkan peristiwa yang tidak terduga (kebetulan) ketika dibangkitkan asosiasinya tentang keberhasilan daripada siswa dengan motivasi berprestasi tinggi (McClelland,1976: 252).
Menurut McClelland dalam Fasti Rola (2006:8) bahwa individu yang memilki motivasi berprestasi tinggi individu yang memiliki standar berprestasi, memiliki tanggungjawab pribadi atas kegiatan yang dilakukannya, individu lebih suka bekerja pada siatuasi dimana dirinya mendaptkan umpan balik sehingga dapat diketahui seberapa baik tugas yang telh dilakukannya, individu tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain, individu lebih suka bekerja pada tugas yang tingkat kesulitannya menengah dan realistis dalam pencapaian tujuannya, individu bersifat inovatif dimana dalam melakukan suatu tugas dilakukan dengan cara yang berbeda, efisien, dan lebih baik daripada sebelumnya, serta individu akan merasa puas serta menerima kegagalan atau tugas-tugas yang telah dilakukannya.
McClelland dan Liberman (1949) menemukan bahwa kelompok siswa dengan motivasi berprestasi sedang (atribute), berpikir tentang jaminan atau keamanan dan terutama mengenai cara menghindari kegagalan, atau dengan keinginan minimal untuk mencapai keberhasilan. Di lain pihak, kelompok dengan motivasi berprestasi tinggi lebih berpikir tentang mencapai keberhasilan, atau dengan keinginan kuat untuk mencapai keberhasilan (McClelland,1976:260).
Perlu dicatat bahwa kebutuhan untuk berprestasi tidak selalu berkaitan dengan keberhasilan untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, sebagian orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi memberi perhatian yang besar akan keberhasilan dan bekerja keras untuk memperolehnya, tetapi untuk sebagian orang tidak selalu seperti itu. Kesimpulannya, kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merefleksikan kerja keras yang dilakukannya untuk mencapai tujuan yang telah ia tetapkan (Cohen Louis, 1977: 10).
Hurlock (1996), “menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial, remaja banyak sekali dipengaruhi oleh teman sebaya. Biasanya para remaja menghabiskan waktu dua kali lebih banyak dengan teman sebayanya daripada dengan orangtuanya.” Dalam hal tersebut remaja seringkali menjadi termotivasi oleh faktor lingkungan, terutama oleh temannya. Kehidupan remaja sering terjadi prestasi antara remaja satu dengan yang lain berbeda bisa mengungguli atau sebaliknya, maka diharapkan remaja harus pandai-pandai memilih teman dalam bergaul sehingga pengaruh positif bisa didapat dari teman sebaya.
Motivasi berprestasi sangat dipengaruhi oleh peran orangtua dan kelauarga. Hasil-hasil kebudayaan seperti hikayat-hikayat yang berisi pesan tentang tema-tema prestasi yang diberikan kepada seorang anak bisa mendorong untuk meningkatkan prestasinya. Konsep diri yang ada pada diri individu juga memegang peranan penting dalam menimbulkan motivasi berprestasi, karena apabila individu juga memegang peranan penting dalam menimbilkan motivasi berprestasi, karena apabila individu percaya dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka akan timbul motivasi dalam diri individu untuk melakukan hal tersebut (Fasti Rola, 2006:7).
Berdasarkan uraian di atas, maka motivasi berprestasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan dan mengarahkan seseorang untuk mencapai prestasi. Dalam pembelajaran biologi, siswa dihadapkan dengan materi-materi yang menuntut tidak hanya hafalan tetapi juga pemahaman. Dengan demikian siswa yang mempunyai motivasi untuk terus memahami materi akan mendapatkan prestasi yang baik.