BAB 1
KEANEKARAGAMAN HAYATI
A. PENGERTIAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI
Menurut Direktorat
Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkunga Hidup (2004:6) pengertian atau
definisi keanekaragaman hayati dapat diartikan dari berbagai aspek, berikut
adalah uraian dari berbagai aspek:
·
Keankeragaman hayati
adalah istilah yang digunakan untuk menggambar keanekaan bentuk kehidupan di
bumi, interaksi diantara berbagai makhluk hidup serta antara mereka dengan
lingkungannya;
- Keanekaragaman hayati
mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana
seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia;
- Keanekaragaman hayati
ialah fungsi-fungsi ekologi atau layanan alam, berupa layanan yang dihasilkan
oleh satu spesies dan/atau eksosistem (ruang hidup) yang memberi manfaat kepada
spesies lain termasuk manusia (McAllister 1998);
- Kenekaragaman hayati
merujuk pada aspek keseluruhan dari sistem penopang kehidupan, yaitu mencakup
aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan serta aspek sistem pengetahuan dan etika,
dan kaitan di antara berbagai aspek ini;
- Keanekaan sistem
pengetahuan dan kebuadayaan masyarakat juga terkait dengan kenakeragaman
hayati.
Keanekaragaman,
merupakan fenomena normal pada makhluk hidup. Baik dalam kehidupan tumbuhan,
hewan maupun manusia. Keanekaragaman ini mudah diamati dari penampilan luar
yang merupakan kumpulan ciri-ciri setiap makhluk hidup. Berbagai ciri
menunjukkan kesamaan, sementara beberapa ciri lain menunjukkan perbedaan (Abdul
Salam, 1994).
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris : biodiversity) adalah suatu istilah
pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat
dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, danmikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga
diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman
hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis
(wikipedia).
Jadi, keanekaan hayati
secara sederhana dapat dijelaskan sebagai keanekargaman tumbuhan atau binatang
yang terdapat di suatu daerah tertentu. Manusia menyadari bahwa kegiatan
hidupnya telah merusak berbagai tipe kehidupan di bumi, manusia selalu bergantung
pada keanekaragaman kehidupan di bumi untuk mendapatkan kebutuhan pokoknya
seperti makanan, pakaian dan obat-obatan. Berbagai ragam kebutuhan hidup telah
menyebabkan manusia berusaha untuk mengembangkan dan mengelola tanaman dan
binatang yang produktif dan tahan penyakit. manusia membutuhkan obat-obatan
yang diektrak dari berbagai jenis tumbuhan dan binatang.
Tabel 1.1
Peringkat negara dengan
keanekaragaman dan endemisme tertinggi di dunia
Negara
|
Nilai Keanekaragaman
|
Nilai Endemisme
|
Nilai Total
|
Brazil
|
30
|
18
|
48
|
Indonesia
|
18
|
22
|
40
|
Kolombia
|
26
|
10
|
36
|
Australia
|
5
|
16
|
21
|
Mexico
|
8
|
7
|
15
|
Madagaskar
|
2
|
12
|
14
|
Peru
|
9
|
3
|
12
|
Cina
|
7
|
2
|
9
|
Filipina
|
0
|
8
|
8
|
India
|
4
|
4
|
8
|
Ekuador
|
5
|
0
|
5
|
Venezuela
|
3
|
0
|
3
|
B.
Tingkatan Keanekaragaman
hayati
Keanekaragaman hayati biasanya
dipertimbangkan pada tiga tingkatan: keragaman genetik, keragaman spesies dan
keragaman ekosistem.
·
Keragaman genetik
merujuk kepada perbedaan informasi genetik yang terkandung dalam setiap
individu tanaman, hewan dan mikroorganisme. Keragaman genetik terdapat di
dalam dan antara satu populasi spesies maupun spesies yang berbeda.
·
Keragaman spesies
merujuk pada berbedanya spesies-spesies yang hidup.
·
Keragaman ekosistem
berkaitan dengan perbedaan dari habitat, komunitas biotik, dan proses ekologi,
termasuk juga tingginya keragaman yang terdapat pada ekosistem dengan perbedaan
habitat dan berbagai jenis proses ekologi.
1.
KERAGAMAN GENETIK
Ciri-ciri fisik luar
pada setiap makhluk hidup yang tampak secara visual akan mudah dikenali karena
untuk melihatnya tidak memerlukan alat bantu. Tetapi, beberapa ciri-ciri fisik
dalam sampai ke molekuler hanya dapat dikenali dengan alat-alat bantu atau
teknik-teknik pemeriksaan laboratorium tertentu yang memerlukan ketelitian yang
tinggi. Dalam keterkaitan ini, perlu diketahui bahwa ciri-ciri manapun yang
dijumpai pada satu generasi suatu populasi akan dapat dijumpai pada generasi
berikutnya. Dengan demikian di sini berlangsung suatu proses pewarisan, dan
pewarisan tersebut mengikuti hukum-hukum pewarisan yang berlaku. Dengan kata
lain, ciri-ciri tadi ditentukan secara genetis.
Variasi genetik baru
terbentuk dalam populasi suatu organisme yang dapat bereproduksi secara seksual
melalui kombinasi ulang dan pada individu melalui mutasi gen serta
kromosom. Kumpulan variasi genetik yang berada pada populasi yang
bereproduksi terbentuk melalui seleksi. Seleksi tersebut mengarah
kepada salah satu gen tertentu yang disukai dan menyebabkan perubahan
frekuensi gen-gen pada kumpulan tersebut. Perbedaan yang besar dalam
jumlah dan penyebaran dari variasi genetik ini dapat terjadi sebagian karena
banyaknya keragaman dan kerumitan dari habitat-habitat yang ada, serta
berbedanya langkah-langkah yang dilakukan tiap organisme untuk dapat hidup.
Jumlah yang diperkirakan
adalah terdapat kurang lebih 10.000.000.000 gen berbeda yang tersebar pada
biota-biota di dunia, walaupun tidak semuanya memberikan kontribusi yang sama
pada keragaman genetik.(4) Secara khusus, gen-gen yang mengontrol dasar
proses biokimia dipertahankan secara kuat oleh berbagai kelompok spesies (atau
taksa) dan umumnya memperlihatkan perbedaan yang kecil. Gen lain yang
lebih terspesialisasi meperlihatkan tingkat variasi yang lebih besar.
2.
KERAGAMAN SPESIES
Dalam tiap spesies
terdapat anggota kelompok populasi dengan ciri-ciri yang berbeda satu sama
lain. Bahkan antara dua individu, meskipun antara dua individu dalam spesies
yang sama, keduanya berbeda karena variasi faktor. Termasuk faktor-faktor ini
antara lain genetik, umur, jenis kelamin, makanan, stadium daur hidup, bentuk
tubuh, habitat, dan lain-lain. secara genetik saja tidak ada dua invidu dalam
satu spesies yang persis sama. Apalagi faktor-faktor lingkungan juga ikut
berpengaruh dalam munculnya ciri-ciri sebagai fenotip. Perbedaan ciri yang
tampak pada anggota tiap spesies ini menyebabkan adanya keanekaragaman dalam
spesies.
Keragaman spesies
mengacu kepada spesies yang berbeda-beda. Aspek-aspek keragaman spesies
dapat diukur melalui beberapa cara. Sebagian besar cara tersebut dapat
dimasukkan ke dalam tiga kelompok pengukuran: kekayaan spesies,
kelimpahan spesies dan keragaman taksonomi atau filogenetik.
Pengukuran kekayaan
spesies menghitung jumlah spesies pada suatu area tertentu. Pengukuran
kelimpahan spesies mengambil contoh jumlah relatif dari spesies yang ada.
Contoh yang biasanya diperoleh sebagian besar terdiri dari spesies yang umum,
beberapa spesies yang tidak terlalu sering dijumpai dan sedikit spesies yang
jarang sekali ditemui. Pengukuran keragaman spesies yang menyederhanakan
informasi dari kekayaan dan kelimpahan relatif spesies ke dalam satu nilai
indeks merupakan yang paling sering didunakan. Pendekatan lainnya adalah dengan
mengukur keragaman taksonomi atau filogenetik, yang mempertimbangkan hubungan
genetik antara kelompok-kelompok spesies. Pengukuran yang didasarkan pada
analisa yang menghasilkan klasifikasi secara hirarkis ini pada umumnya
ditampilkan dalam bentuk ‘pohon’ yang mengesampingkan pola percabangan agar
dapat mewakili secara keseluruhan evolusi filogenetik dari taksa terkait.
Pengukuran keragamamn
taksonomi yang berbeda-beda berhubungan dengan bermacam-macamnya karakteristik
taksa dan hubungan yang ada. Tingkat spesies pada umumnya dinilai sebagai yang
paling sesuai untuk memperkirakan keragaman antara organisme. Hal ini
disebabkan karena spesies merupakan fokus utama dari mekanisme evolusi sehingga
terjabarkan dengan baik. Pada tingkat global, diperkirakan 1,7 juta
spesies telah dijelaskan; saat ini diperkirakan jumlah total spesies yang ada
berkisar antara lima juta hingga hampir mencapai 100 juta spesies. Di
Australia, dengan perkiraan jumlah total spesies lokal (kecuali bakteri dan
virus) 475,000, kira-kira setengahnya telah diketahui, hanya seperempatnya telah
dijelaskan secara formal. Estimasi jumlah spesies ini diharapkan dapat
meningkat melalui studi terhadap beberapa kelompok yang jarang diperhatikan;
seperti mikroorganisme, fungi, nematoda, hama dan serangga.
Pada skala yang lebih
besar keragaman spesies tidak tersebar secara merata di seluruh dunia.
Satu pola yang paling jelas dalam penyebaran spesies di dunia adalah sebagian
besar kekayaan spesies terpusat pada wilayah katulistiwa dan cenderung menurun
ke arah kutub. Secara umum, terdapat lebih banyak spesies per unit area
di wilayah tropis dibandingkan dengan wilayah sub-tropis dan lebih banyak
spesies di wilayah sub-tropis dibandingkan wilayah di daerah kutub.
Sebagai tambahan, keragaman di ekosistem darat pada umumnya berkurang sengan
bertambahnya ketinggian. Faktor lain yang dipercaya mempengaruhi keragaman
di darat adalah curah hujan dan tingkat nutrien. Pada ekosistem laut,
kekayaan spesies cenderung terpusat pada lempeng benua, walaupun komunitas laut
dalam juga cukup tinggi.
3.
KERAGAMAN EKOSISTEM
Keragaman ekosistem
memetakan perbedaan yang cukup besar antara tipe ekosistem, keragaman habitat
dan proses ekologi yang terjadi pada tiap-tiap ekosistem. Lebih sulit
untuk menjelaskan keragaman ekosistem dibandingkan dengan keragaman spesies
atau genetik dikarenakan oleh ‘batasan’ dari komunitas (hubungan antar spesies)
dan karena ekosistem lebih mudah berubah. Karena konsep ekosistem adalah
dinamis dan beragam, hal ini dapat diterapkan pada berbagai skala, walaupun
untuk kepentingan pengelolaan pada umumnya dikelompokkan menjadi kelompok besar
komunitas yang serupa, seperti hutan sub-tropis atau terumbu karang.
Elemen kunci dalam mempertimbangkan ekositem adalah pada kondisi alaminya,
proses ekologi seperti aliran energi dan siklus air dipertahankan.
Pengklasifikasian
ekosistem di Bumi yang sangat beragam menjadi sistem yang dapat dikelola adalah
tantangan besar bagi ilmu pengetahuan, dan sangatlah penting untuk mengelola
dan menjaga biosfer ini. Pada tingkat global, sebagian besar sistem
klasifikasi telah mencoba untuk mengambil jalan tengah antara kerumitan ekologi
dari komunitas dan sederhananya klasifikasi habitat yang umum.
Umumnya sistem-sistem
ini menggunakan kombinasi dari definisi tipe habitat berdasarkan iklim; sebagai
contoh, hutan tropis yang lembab, atau padang rumput sub-tropis. Beberapa
sistem juga menggunakan biogeografi global untuk memperhitungkan
perbedaan-perbedaan biota antar wilayah dunia yang mungkin memiliki iklim
dan karakteristik fisik serupa .
Australia dengan
wilayah-wilayahnya memetakan sejumlah besar lingkungan daratan dan perairan,
mulai dari daerah es kutub hingga padang rumput subtropis dan hutan tropis,
dari terumbu karang hingga laut dalam. Tiap-tiap wilayahnya
memperlihatkan ragam habitat dan interaksi yang besar antara maupun di dalam
komponen biotik dan abiotiknya. Sebagai contoh, padang rumput spinifex di
wilayah subtropis memetakan komunitas baik dengan maupun tanpa pepohonan.
Pada tiap spinifex itu sendiri terdapat bermacam habitat mikro.
Spesies-spesies berbeda terlibat dalam proses-proses ekologi seperti pada penyebaran
biji (contoh, oleh spesies-spesies semut) dan daur ulang nutrien yang terdapat
pada tiap habitat mikro. Pengukuran dari keragaman ekosistem masih berada pada
tahap awal. Akan tetapi, keragaman ekosistem merupakan elemen penting
dari keseluruhan keanekaragaman hayati dan seharusnya dapat tercermin pada
setiap pendugaan keanekaragaman hayati.
C.
Potensi Keanekaragaman Hayati
di Indonesia
- Sekitar 12 % (515 spesies, 39 % endemik) dari
total spesies binatang menyusui, urutan kedua di dunia
- 7,3 % (511 spesies, 150 endemik) dari total
spesies reptilia, urutan keempat didunia
- 17 % (1531 spesies, 397 endemik) dari total
spesies burung di dunia, urutan kelima
- 270 spesies amfibi, 100 endemik, urutan keenam
didunia
- 2827 spesies binatang tidak bertulang belakang
selain ikan air tawar
- 35 spesies primata (urutan keempat, 18 % endemik)
- 121 spesies kupu-kupu (44 % endemik)
- Keanekaragaman ikan air tawar 1400 (urutan ke 3)
Taxonomic Group
|
Species
|
Endemic Species
|
Percent Endemism
|
Plants
|
10,000
|
1,500
|
15
|
Mammals
|
201
|
123
|
61.2
|
Birds
|
697
|
249
|
35.7
|
Reptiles
|
188
|
122
|
64.9
|
Amphibians
|
56
|
35
|
62.5
|
D. Nilai Keanekaragaman
Keseluruhan
keragaman dari hidup ini tak dapat diperkirakan nilainya. Mereka
menyediakan dasar bagi berlangsungnya keberadaan planet yang sehat dan juga
kesejahteraan kita. Banyak ahli biologi sekarang mempercayai bahwa
ekosistem yang kaya akan keragaman memiliki daya tahan yang lebih tinggi dan
oleh karena itu mampu untuk pulih secara lebih baik dari tekanan-tekanan
seperti pengurangan jumlah atau degradasi habitat yang disebabkan
manusia. Ketika ekosistem mengalami perubahan fungsi, ada beberapa
pilihan cara untuk menjalankan produksi primer dan proses ekologi seperti
siklus nutrien, sehingga salah satu rusak atau hancur, ada cara lain yang dapat
digunakan dan ekosistem bisa berfungsi seperti normal lagi. Bila
keanekaragaman hayati dihilangkan secara besar-besaran, maka fungsi dari
ekosistem terancam resikonya.
Mungkin nilai yang paling besar dari keragaman hidup adalah kesempatan yang
diberikan kepada kita untuk beradaptasi terhadap perubahan. Potensi yang
tak diketahui dari gen-gen, spesies dan ekosistem tidak dapat diperkirakan akan
tetapi sangat tinggi nilainya. Keragaman genetik akan menghasilkan
keturunan tanaman pangan yang sesuai dengan kondisi iklim yang baru, sementara
biota Bumi tampaknya masih memiliki kemampuan yang belum diketahui sebagai
penyembuh dari penyakit yang ada dan sedang timbul.
Keragaman
gen, spesies dan ekosistem adalah sumber daya yang dapat dipergunakan seiring
dengan berubahnya kebutuhan manusia. Ada kemungkinan bahwa tidak terdapat satu
alasan yang berdiri sendiri, menyediakan dasar yang cukup untuk dapat menjaga
keseluruhan keanekaragaman hayati. Pendekatan yang lebih umum dan
pragmatis, akan tetapi, menyadari bahwa berbeda tetapi tetap alasan untuk hal
yang sama –nilai sumber daya, nilai kewaspadaan, etika dan estetika, dan
kepentingan pribadi – berlaku pada kasus yang berbeda-beda, dan di antaranya
menyediakan situasi yang sangat kuat dan meyakinkan untuk konservasi
keanekaragaman hayati.
Banyaknya
nilai dari keanekaragaman hayati dan pentingnya hal itu bagi perkembangan
mengindikasikan mengapa konservasi keanekaragaman hayati berbeda dari
konservasi alam tradisional. Konservasi keanekaragaman hayati membutuhkan
perubahan dari sikap pasif (melindungi alam dari dampak perkembangan) ke arah
usaha proaktif yang mencari penyelesaian dari kebutuhan manusia akan sumber
daya hayati sementara tetap menjamin kelangsungan ekologi jangka panjang dari
kekayaan biotik Bumi. Pada tingkat global juga meliputi tidak hanya
perlindungan terhadap spesies alami dan habitatnya tetapi juga menjaga
keragaman genetik dari spesies yang telah dibudidayakan dan dimanfaatkan serta
yang memiliki hubungan dekat dengan mereka di alam bebas.
Konservasi dari keanekaragaman hayati bertujuan untuk menjaga sistem pendukung
kehidupan yang disediakan oleh alam dan segala keragamannya, serta sumber daya
hidup yang penting untuk perkembangan yang dapat diterima secara ekologis.
1.
Nilai Eksistensi
Nilai ini
dimiliki oleh keanekaragaman hayati karena keberadaannya di suatu tempat. Tidak
berkaitan dengan potensi suatu organisme tertentu, tapi berkaitan dengan hak
hidupnya sebagai salah satu bagian dari alam. Kadang juga disebut nilai
Intrinsik dan dikaitkan dengan etika atau agama. Meskipun manfaat yang
didapatkan dari nilai eksistensi keanekaragaman hayati sulit diukur
dengan uang, manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis manusia cukup
jelas.
2.
Nilai Jasa Lingkungan
Nilai ini
dapat dimanfaatkan apabila keanekaragaman hayati dipandang sebagai satu
kesatuan, dimana ada saling ketergantungan antara komponen di dalamnya. Nilai
jasa lingkungan sering diabaikan karena sulit diungkapkan dengan angka. Padahal
keuntungan yang diberikan cukup besar. Keanekaragaman spesies menyebabkan mereka
mampu membentuk rantai makanan yang menjamin kelangsungan pasokan pangan
masing-masing dan hubungan saling menguntungkan di dalam rantai makanan
tersebut. Contoh : Ekosistem terumbu karang dan padang lamun melindungi pantai
dari abrasi, hutan mangrove sebagai nursery, feeding, dan spawning ground.
3.
Nilai Warisan
Nilai ini
berkaitan dengan hasrat untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati agar
dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Contoh : Masyarakat Mentawai hanya
membolehkan orang-orang tertentu untuk menangkap penyu dan jumlah hasil buruan
juga secukupnya serta dibagi sama rata diantara anggota masyarakat. Cara ini
dimaksdukan agar tidak terjadi pengurasan dan pemborosan sumber daya alam,
sehingga masih tersedia untuk generasi mendatang. Nilai ini sering terkait
dengan nilai sosiokultural dan nilai pilihan. Spesies tertentu sengaja
dipertahankan dan diwariskan turun temurun untuk menjaga identitas budaya dan
spiritual kelompok etnis tertentu
4.
Nilai Pilihan
Nilai ini
terkait dengan potensi keanekaragaman hayati dalam memberikan keuntungan bagi
masyarakat di masa depan (Primack dkk, 1998). Keanekaragaman hayati menyimpan
nilai manfaat yang sekarang belum disadari atau belum dapat dimanfaatkan oleh
manusia, namun seiring dengan perubahan permintaan, pola konsumsi, dan asupan
tekhnologi, nilai ini menjadi penting di masa depan. Contoh : 20 jenis
obat-obatan yang paling sering dipakai di Amerika senilai US$ 6 miliar per
tahun mengandung bahan-bahan kimia yang ditemukan di alam.
5.
Nilai Konsumsi
Nilai ini
merupakan manfaat langsung yang dapat diperoleh dari keanekaragaman hayati
misalnya: ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun memiliki nilai
konsumsi yang sangat banyak dan beragam
6.
Nilai Produksi
Nilai ini
adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan keanekaragaman hayati di pasar
lokal, nasional, maupun internasional. Contoh : nilai pasar global untuk
obat-obatan yang diperoleh dari sumberdaya genetis diperkirakan US$ 75.000 –
150.000 juta per tahun
A. Metode valuasi ekonomi
Kegunaan dari metode valuasi
ekonomi adalah:
- Meningkatkan pengertian tentang nilai dan
jasa yang disediakan oleh sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati
- Membantu para penentu kebijakan dalam
memilih alternatif kebijakan pembangunan yang paling menguntungkan bagi daerahnya
- Mengidentifikasi dan membandingkan
modal yang ditanam, biaya kesempatan, dan manfaat keuntungan yang dihasilkan
Jenis Valuasi Ekonomi
- Valuasi harga pasar, termasuk estimasi
keuntungan dari konsumsi dan produksi subsisten
- Pendekatan pengganti pasar (surrogate
market approach), termasuk model biaya perjalanan, harga kenikmatan dan
pendekatan barang subsitusi
- Pendekatan fungsi produksi, yang
menekankan pada hubungan biofisik antara fungsi hutan dan kegiatan pasar
- Pendekatan pilihan yang dinyatakan (stated
preference approaches) terutama metode valuasi kontingensi berserta variannya
- Pendekatan berbasis biaya, termasuk biaya
penggantian dan biaya untuk mempertahankannya
B. Kriteria status flora atau fauna
- Kritis (Critically Endangered)
: jika taksa menghadapi resiko kepunahan yang sangat ekstrim (tinggi) dalam
waktu yang sangat cepat.Populasinya berkurang sebanyak 80% selama 10 tahun
terakhir, luas wilayah diperkirakan kurang dari 100 km2, populasi kurang dari
250 individu dewasa.
-
Genting/Terancam (Endangered): jika
taksa tidak termasuk kriteria genting tetapi mengalami resiko kepunahan yang
sangat tinggi di alam dalam waktu dekat. Populasinya berkurang paling sedikir
50 % selama 10 tahun terakhir, luas wilayah diperkirakan kurang dari 5000 km2,
populasinya diperkirakan kurang dari 2500 individu dewasa.
- Rentan (Vurnerable) : jika taksa
tidak termasuk kriteria kritis atau terancam tetapi mengalami resiko kepunahan
tinggi di alam. Populasinya berkurang paling sedikit 20 % selama 10 tahun
terakhir, luas wilayah diperkirakan kurang dari 20.000 km2, populasinya
diperkirakan kurang dari 10.000 individu dewasa.
BAB
II
KONSERVASI
Konservasi merupakan berasal dari kata Conservation
yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save)
yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save
what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama
yang mengemukakan tentang konsep konservasi.
Ada beberapa pengertian tentang konservasi
diantaranya konservasi merupakan upaya perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk ekosistem, jenis, dan
genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya
alam. Selain itu ada yang berpendapat bahwa konservasi adalah
"perlindungan terhadap", baik itu terhadap hutan, kawasan pesisir
maupun laut. Ada pula yang mengartikan bahwa kawasan konservasi adalah
kawasan yang tidak boleh sama sekali diganggu. Kini arti konservasi mulai
digeserkan kembali dalam arti "perlindungan, pengawetan maupun
pemanfaatan". Melalui konservasi memang kita berupaya untuk
melindungi sesuatu baik itu kawasan, flora atau faunanya serta semuanya itu
untuk menjaga keseimbangan alam.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa
konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaan dengan tetap memlihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya.
Menurut Piagam Burra (1981) konservasi adalah
segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya
terpelihara dengan baik. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan
terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan
kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991). Kegiatan
konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri
mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya
(UU No. 24 Tahun 1992). Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi
didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
- Konservasi
adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam
jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
- Konservasi
adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara
sosial (Randall, 1982).
- Konservasi
merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk
manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat
termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi,
preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
- Konservasi
adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau
memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi
yang akan datang (WCS, 1980).
Secara keseluruhan, Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati (KSDAH) adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. KSDAH
ataupun konservasi biologi pada dasarnya merupakan bagian dari ilmu dasar dan
ilmu terapan yang berasaskan pada pelestarian kemampuan dan pemanfaatannya
secara serasi dan seimbang. Adapun tujuan dari KSDAH adalah untuk terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan
strategi dan juga pelaksananya. Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya
dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup
masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta
pihak-pihak lainnya. Sedangkan strategi konservasi nasional telah dirumuskan ke
dalam tiga hal berikut taktik pelaksanaannya, yaitu :
1. Perlindungan
sistem penyangga kehidupan (PSPK)
a. Penetapan
wilayah PSPK.
b. Penetapan
pola dasar pembinaan program PSPK.
c. Pengaturan
cara pemanfaatan wilayah PSPK.
d. Penertiban
penggunaan dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.
e. Penertiban
maksimal pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.
2. Pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
a. Pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
b. Pengawetan
jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ konservasi).
3. Pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
a. Pemanfaatan
kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
b. Pemanfaatan
jenis tumbuhan dan satwa liar (dalam bentuk: pengkajian, penelitian dan
pengembangan, penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan, pertukaran,
budidaya).
Konservasi berorientasi pada kebijakan pemanfaatan
ruang dan lahan yang sesuai dengan peruntukan dan daya dukungnya, sehingga
kelestarian sumberdaya lingkungan sekitar sebagai fungsi keseimbangan ekosistem
lebih dapat dihargai.
Banyak metode dan alat yang tersedia dalam pengelolaan keanekaragaman hayati yang secara
umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Konservasi In Situ
Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies
target ‘di tapak (on site)’, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada
tapak yang sebelumnya ditempat oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan
meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in situ
mungkin termasuk regenerasi buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa seleksi
yang disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduktif
lainnya dikumpulkan secara acak.
Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3
ciri:
- Fase
pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka
terdapat secara alami;
- Tataguna
lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak merugikan
pada tujuan konservasi habitat;
- Regenerasi
target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada
langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai
akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi
hutan. Contoh dari manipulasi yang mungkin perlu pada ekosistem yang telah
berubah adalah regenerasi buatan menggunakan spesies lokal dan pengendalian gulma
secara manual atau pembakaran untuk menekan spesies yang berkompetisi.
Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari
spesies jarang (rare species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran
populasi minimum viable (viable population areas) dari target spesies.
Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam spesies,
beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya
akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang
dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ
tergantung kepada pemahaman beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan
simbiotik di antara tumbuhan atau hewan,
penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di
dalam ekosistem.
2. Konservasi Ex Situ
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang
mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya.
Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka)
dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan
menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia.
Kebun botani (raya), arboretum, kebun binatang dan
aquarium merupakan metode konservasi ex
situ konvensional; Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat terlindung dari
spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan. Fasilitas ini
memberikan informasi bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies
langka dan faktor-faktor yang menimbulkan ancaman dan membahaykan kehidupan
spesies.
Untuk tumbuhan metode konservasi ini mungkin
menggunakan material reproduktif dari individu atau tegakan yang terletak
di luar tapak populasi tetuanya. Metode
dan material ex situ mencakup bank gen untuk benih atau tepungsari, bank klon,
arboretum, populasi pemuliaan.
Penyimpanan benih, metode konservasi ex situ yang
lain, merupakan penyimpanan benih pada lingkungan yang terkendali. Dengan
pengendalian temperatur dan kondisi kelembaban, benih beberapa spesies yang
disimpan akan tetap viabel (mampu hidup) untuk
beberapa dekade. Teknik ini
merupakan konservasi yang utama pada tanaman pertanian dan mulai dipergunakan
untuk spesies pohon hutan.
Bank gen, bank klon, arboretum merupaka bentuk
konservasi statis, yaitu konservasi yang menghidarkan sejauh mungkin perubahan
genetik. Konservasi statik memiliki ciri:
a. Genotipe
merupakan target untuk konservasi,
b. Efek
seleksi alam dan proses genetik sangat terbatas dan
c. Intervensi
manusia diperlukan untuk menghidarkan proses genetik berlangsung selama
konservasi.
Kultur jaringan juga memiliki potensi untuk
dipergunakan sebagai metode konservasi yang baik. Teknik-teknik ini meliputi
perbanyakan mikro (meristem, embrio dsb.). Ini merupakan teknik yang mahal,
tetapi bila penyimpanan kriogentik (cryogenic storage)
dikembangkan, maka teknik ini merupakan modetode konservasi yang terjamin. Penyimpanan kriogenik merupakan preservai
bahan biologis dalam cairan nitrogen pada suhu 150oC – 196oC.
Hewan langka juga dapat dikonservasi melalui
bankgen, dengan kriogenik untuk menyimpan sperma, telur atau embrio. Bentuk
yang paling umum untuk konservasi ex situ untuk pohon adalah tegakan hidup.
Tegakan seperti ini sering kali bermula dari koleksi sumber benih dan
dipelihara untuk pengamatan. Ukuran tegakan mungkin berkisar dari spesimen dalam
kebun botani (raya) dan arboretum, sampai dengan beberapa pohon ornamental pada
plot-plot kecil, atau plot-plot yang lebih besar untuk pohon.
Tegakan hidup yang cukup luas untuk tujuan
konservasi misalnya apa yang dinamakan tegakan konservasi. Ini merupakan
konservasi yang bersifat evolusinari dan berlawanan dengan konservasi statik
dalam arti memiliki tujuan mendukung perubahan genetik sejauh hal ini
berkontribusi pada adaptasi yan
berkelanjutan. Konservasi evolusinari ini memiliki ciri:
a. Pohon-pohon
bereproduksi melalui benih dari satu generasi ke generasi berikutnya; gen akan
terkonservasi tetapi genotipe tidak, karena rekombinasi gen akan terjadi pada
setiap generasi.
b. Invtervensi
manusi bila ada, dirancang untuk memfasilitasi proses genetik yang moderat
daripada menghindarkannya.
c. Variasi
genetik di antara populasi dari lingkungan yang berbeda secara umum
dipertahankan.
Ada beberapa kelemahan konservasi ex situ.
Konservasi ex situ ini sesungguhnya sangat bermanfaat unutk melindungi
biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk menyelamatkan spesies dari
kepunahan. Metode ini dipengunakan sebagai cara terakhir atau sebabi suplemen
terhadap konservasi ini situ karena tidak dapat menciptakan kembali habitat
secara keselkuruhan: seluruh varisi genetik dari suatu spesies, pasangan
simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka panjang, mungkin
membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan yang berubah. Sebalinya, konservasi ex situ menghilangkan
spesies dari konteks ekologi alaminya, melindunginya di bawah kondisi
semi-terisolasi di mana evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara
atau dirubah dengan mengintroduksi spesimen pada habitat yang tidak alami. Dalam hal metode penyimpanan kriogenik,
proses-proses adaptasi spesimen yang dipreservasi membeku keseluruhannya. Kelemahannya adalah
bila spesimen ini dilepaskan ke alam, spesies mungkin kekurangan adaptasi
genetik dan mutasi yang akan
memungkinkannya untuk bertahan dalam habitat alami yang selalu berubah.
Di samping itu, teknik-teknik konservasi ex situ
seringkali mahal, dengan penyimpanan kriogenik yang secara ekonomis tidak layak
pada kebanyakan spesies. Bank benih tidak efektif untuk tumbuhan tertentu yang
memiliki benih rekalsitran yang tidak tetap viabel dalam jangkan lama. Hama dan
penyakit tertentu di mana spesies yang dikonservasi tidak memiliki daya tahan
terhadapnya mungkin juga dapat merusakannya pada pertanaman ex situ dan hewan
hidup dalam penangkaran ex situ. Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan
lingkingan yang spesifik yang diperlukan oleh banyak spesies, beberapa di
antaranya tidak mungkin diciptakan kembali, membuat konservasi ex situ tidak
mungkin dilakukan untuk banyak flora dan fauna langka di dunia.
Tetapi, bila suatu spesies benar-benar akan punah,
konservasi ex situ menjadi satu-satunya pilihan yang tersisa. Lebih baik
mepreservasi suatu spesies daripada membiarkan punah seluruhnya.
Menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu
bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk
daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan
ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan
sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi
merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Kawasan pelestarian alam ataupun kawasan dilindungi
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan
kepentingannya. Hampir di setiap negara mempunyai kriteria/kategori sendiri untuk
penetapan kawasan dilindungi, dimana masing-masing negara mempunyai tujuan yang
berbeda dan perlakuan yang mungkin berbeda pula.
Namun di level internasional seperti misalnya
Commission on National Park and Protected Areas (CNPPA) yaitu komisi untuk taman
nasional dan kawasan dilindungi yang berada di bawah IUCN memiliki tanggung
jawab khusus dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi secara umum di dunia,
baik untuk kawasan daratan maupun perairan.
Sedikitnya, sebanyak 124 negara di dunia telah
menetapkan setidaknya satu kawasan koservasinya sebagai taman nasional (bentuk
kawasan dilindungi yang populer dan dikenal luas). Walaupun tentu saja di
antara masing-masing negara, tingkat perlindungan yang legal dan tujuan
pengelolaannya beragam, demikian juga dasar penetapannya.
Apabila suatu negara tidak memiliki kawasan
dilindungi yang khusus karena sulit untuk memenuhi standar yang ditetapkan,
maka mereka dapat mengelola kawasan alternatif seperti hutan produksi yang
dialihkan sebagai kawasan dilindungi sehingga penurunan/pengurangan plasma
nutfah dapat ditekan.
Kategori klasifikasi kawasan dilindungi, dimana
kategori pegelolaan harus dirancang agar pemanfaatan agar seimbang, tidak lebih
mementingkan salah satu fungsi dengan meninggalkan fungsi lainnya. Adapaun
kategori penetapan kawasan dilindungi yang tepat harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu :
a. Karakteristik
atau ciri khas kawasan yang didasarkan pada kajian ciri-ciri biologi dan ciri
lain serta tujuan pengelolaan.
b. Kadar
perlakuan pengelolaan yang diperlukan sesuai dengan tujuan pelestarian.
c. Kadar
toleransi atau kerapuhan ekosistem atau spesies yang terdapat di dalamnya.
d. Kadar
pemanfaatan kawasan yang sesuai dengan tujuan peruntukan kawasan tersebut.
e. Tingkat
permintaan berbagai tipe penggunaan dan kepraktisan pengelolaan.
Sedangkan
secara umum, ciri-ciri suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan dilindungi
adalah :
- Karakteristik/keunikan
ekosistem, misalnya ekosistem hutan hujan dataran rendah, fauna endemik,
ekosistem pegunungan tropika, dan lain-lain.
- Spesies
khusus yang diminati, mencakup nilai/potensi, kelangkaan atau terancam,
misalnya menyangkut habitat jenis satwa seperti badak, harimau, beruang, dan
lain-lain.
- Tempat
yang memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi.
- Lanskap/ciri
geofisik yang bernilai estetik, dan penting untuk ilmu pengetahuan misalnya
glasier, mata air panas, kawah gunung berapi dan lain-lain.
- Tempat
yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi, tanah, air dan iklim mikro.
- Tempat
yang potensial untuk pengembangan rekreasi alam dan wisata, misalnya danau,
pantai, pegunungan, satwa liar yang menarik, dan lain-lain.
- Tempat
peninggalan budaya, misalnya candi, galian purbakala, situs, dan lain-lain.
Secara
umum, tujuan utama dari pengelolaan kawasan dilindungi adalah :
a.
Penelitian ilmiah.
b.
Perlindungan
daerah liar/rimba.
c.
Pelestarian
keanekaragaman spesies dan genetic.
d.
Pemeliharaan
jasa-jasa lingkungan.
e.
Perlindungan
fenomena-fenomena alam dan budaya yang khusus.
f.
Rekreasi dan
wisata alam.
g.
Pendidikan
(lingkungan).
h.
Penggunaan
lestari dari sumberdaya alam yang berasal dari ekosistem alami.
i.
Pemeliharaan
karakteristik budaya dan tradisi.
Berdasarkan tujuan manajemen tersebut, maka kawasan
dilindungi dikelola dalam berbagai kategori pengelolaan kawasn dilindungi yang
ditetapkan IUCN (1994) sebagai berikut :
a. Cagar
alam mutlak (strict nature protection) dan daerah liar/rimba (wilderness area)
b. Konservasi
ekosistem dan rekreasi, misalnya taman nasional.
c. Konservasi
fenomena alam, misalnya monumen alam.
d. Konservasi
melalui kegiatan manajemen aktif misalnya kawasan pengelolaan habitat.
e. Konservasi
bentang alam, laut dan rekreasi.
f. Pemanfaatan
lestari ekosistem alam.
Adapun kriteria umum bagi berbagai kawasan yang
dilindungi adalah :
a. Taman
Nasional, yaitu kawasan luas yang relatif tidak terganggu yang mempunyai nilai
alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi
besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan terdapat manfaat yang jelas bagi
wilayah tersebut.
b. Cagar
alam, umumnya kecil, dengan habitat rapuh yang tidak terganggu oleh kepentingan
pelestarian yang tinggi, memiliki keunikan alam, habitat spesies langka
tertentu, dan lain-lain. Kawasan ini memerlukan perlindungan mutlak.
c. Suaka
margasatwa, umumnya kawasan berukuran sedang atau luas dengan habitat stabil
yang relatif utuh serta memiliki kepentingan pelestarian mulai sedang hingga
tinggi.
d. Taman
wisata, kawasan alam atau lanskap yang kecil atau tempat yang menarik dan mudah
dicapai pengunjung, dimana nilai pelestarian rendah atau tidak akan terganggu
oleh kegiatan pengunjung dan pengelolaan yang berorientasi rekreasi.
e. Taman
buru, habitat alam atau semi alami berukuran sedang hingga besar, yang memiliki
potensi satwa yang boleh diburu yaitu jenis satwa besar (babi hutan, rusa, sapi
liar, ikan, dan lain-lain) yang populasinya cukup besar, dimana terdapat minat
untuk berburu, tersedianya fasilitas buru yang memadai, dan lokasinya mudah
dijangkau oleh pemburu. Cagar semacam ini harus memiliki kepentingan dan nilai
pelestarian yang rendah yang tidak akan terancam oleh kegiatan perburuan atau
pemancingan.
f.
Hutan lindung,
kawasan alami atau hutan tanaman berukuran sedang hingga besar, pada lokasi
yang curam, tinggi, mudah tererosi, serta tanah yang mudah terbasuh hujan,
dimana penutup tanah berupa hutan adalah mutlak perlu untuk melindungi kawasan
tangkapan air, mencegah longsor dan erosi. Prioritas pelestarian tidak begitu
tinggi untuk dapat diberi status cagar.
3. Restorasi dan Rehabilitasi
Meliputi metode, baik insitu maupun eksitu,
untuk membangun kembali spesies,
varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses
ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya rekonstruksi ekosistem
alami atau semi alami
di
daerah-daerah yang mengalami
degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem,
misalnya Daerah Aliran Sungai,
tetapi tidak diikuti
dengan pemulihan ekosistem
dan keberadaan spesies
asli.
4. Pengelolaan Lansekap
Terpadu
Meliputi alat dan strategi di bidang kehutanan, perikanan,
pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata untuk menyatukan unsur
perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria pemerataan dalam tujuan dan praktek pengelolaan. Mengingat bahwa tataguna
lahan tersebut mendominasi keseluruhan bentuk lansekap, baik
pedalaman maupun wilayah pesisir,
reinvestasi untuk pengelolaan keanekaragaman hayati memiliki peluang besar untuk dapat diperoleh.
5. Formulasi Kebijakan
dan Kelembagaan
Meliputi
metode yang membatasi
penggunaan sumberdaya lahan melalui zonasi, pemberian insentif
dan pajak untuk menekan praktek penggunaan lahan yang
secara potensial dapat merusak;
mengaturan kepemilikan lahan
yang
mendukung pengurusannya secara
lestari; serta menetapkan kebijakan pengaturan
kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi keanekaragaman
hayati.
6. Mekanisme Pasar
Meliputi upaya untuk menghargai setiap produk yang proses produksinya akrabn lingkungan dan menjamin kelestarian keanekaragaman hayati.
Berkembangnya isu ekolabel dan
sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan merupakan alat yang saat ini sedang dikaji kemungkinan implementasinya.
BAB
III
KEGUNAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI LAUT
(Produk Dari Laut)
1.
Sumber Bahan Baku Pangan
Tabel 3.1 Kandungan Omega-3
pada beberapa jenis ikan
Ikan
|
Kandungan Omega-3
|
Inggris
|
Indonesia
|
(per 100 gram ikan)
|
Sardines
|
Lemuru, Tembang,
|
3,90
|
Mackerel
|
Japuh
|
3,60
|
Salmon
|
Kembung, Tenggiri
|
2,60
|
Pilchards
|
Salmon
|
2,50
|
Herring
|
-
|
2,30
|
Haddock
|
Terubuk, Parang-parang
|
0,35
|
Cod
|
-
|
0,30
|
Tuna
|
Tuna
|
0,20
|
Pola kebiasaan makan ikan masyarakat
Eskimo dan Jepang menunjukkan kel masyarakat memiliki resiko kecil thd penyakit
jantung dan penyakit degeneratif lain. Minyak Ikan mengandung beberapa senyawa
tak jenuh/polyunsaturated Omega 3 yang berguna untuk :
·
Pertumbuhan otak
·
Pencegahan depresi
·
Schizoprenia
·
Hiperaktif
Komposisi kandungan gizi
ikan
Terdapat 4 macam Komposisi kandungan gizi
ikan (Soenardi, 2000):
- Protein 18 % (asam-asam
amino esensial untuk pertumbuhan)
- Lemak 1-20 % (asam lemak
tak jenuh/polyunsaturated, mudah dicerna, dapat membantu menurunkan kolesterol
darah)
- Berbagai jenis vitamin
(A, D, Thiamin, riboflavin, dan niacin)
- Mineral (Mg, P, I, Fl,
Fe, Cu, Zn, Se)
Kegunaan Kehati Lainnya
Keanekaragaman hayati mempunyai kegunaan
lain misalnya:
- Mangrove. Beberapa spesies mangrove: Rhizophora
stylosa, Terminalia catappa, Bruguiera cylindica, Stenochlaena
palustris merupakan bahan baku makanan.
- Lamun: sebagai makanan di Kepulauan Seribu
- Rumput laut : sayur, acar, manisan, kue,
agar-agar. Mengandung: karbohidrat, protein (7-30%), sedikit lemak,
polisakarida (40-50%). Karbohidrat pada rumput laut tidak dapat
diasimilasi untuk menghasilkan energi sehingga baik untuk diet.
Jenis-jenis Polisakarida dalam rumput laut
Jenis
|
Sumber
|
Komposisi
|
Penggunaan
|
Agar
|
Alga Merah (Gelidium,
Gracilaria, Gigartina)
|
Agarase dan
Agaropektin
|
Mikrobiologi, sediaan
makanan pengalengan, mayonnaise, keju, jelly, dan es krim, stabilizer dan
emulsifier, carrier untuk obat
|
Alginat
|
Alga Coklat
(Macrocystis)
|
Manuronic Acid &
Guluronic acid, residues
|
Ice cream, produk kertas
dan adhesif, pengental cat, filter drug
|
Carragenan
|
Alga Merah (Chondry,
Gigartina, Iridae)
|
Galaktose residu
|
Stabiliser emulsi
dalam makanan, minuman, obat
|
Fucoidan
|
Alga Coklat
|
L-Fucose residu
|
Pencegah kanker, HIV
|
Laminaran
|
Alga Coklat
(Laminaria, Ascobphyllum fucus)
|
Glucose residu
|
|
Alga Mikro :
- Cyanobacteria : Spirulina sebagai makanan
mengandung protein 50-70%, vitamin beta karoten, Inositol, Tocopherol,
Niacin
- Chlorella : mengandung protein (50%), karbohidrat
(20%), lemak (20%), vitamin B, biotin, folates, riboflavin, nicotine acid,
panthotenate
2.
Sumber Bahan Baku Industri Farmasi
Jenis Produk
|
Contoh
|
Alga Mikro
|
Metabolit
|
Gliserol
|
Berbagai Alga
|
Beta Karoten
|
Glikolat
|
Asam Amino
|
1.3-Diaminopropan
|
Asam Akrilat
|
Antibiotika
|
Khlorelin (Anti bakteri)
|
Chlorella
|
Gallotanin (Anti viral)
|
Spirogyra
|
Terpene (Anti bakteri)
|
Comphosphaeria japonica
|
Aponin (Anti alga)
|
Lyngpya majuscula
|
Malynogolida (Anti fungal)
|
|
Toksin
|
Mycrocystin
|
Mycrocystis aeruginosa
|
Anatoksin
|
Anabaena flosaque
|
Aplisiatoksin
|
Nostoc muscorum
|
Sumber Plasma Nutfah
- Plasma nutfah dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku dalam rekayasa genetik untuk menghasilkan biota unggul. Unggul
dalam arti produksi, daya adaptasi terhadap lingkungan, daya resistensi terhadap
penyakit.
- Indonesia hanya 1,3% luas perm. Bumi memiliki 37%
spesies ikan yang telah teridentifikasi.
3.
Pengatur Iklim Global
Kerusakan Lapisan Ozon disebabkan karena
emisi chlorofluorocarbon (CFC) menimbulkan mutasi lethal dan mengancam rantai
makanan.
Dampak dari pemanasan global, diantaranya:
·
Mempengaruhi distribusi
habitat-habitat
·
Berkurangnya spesies yangg
tidak bisa bermigrasi
·
Tergenangnya mangrove
dan pesisir
·
Peningkatan suhu
permukaan air laut akan meningkatkan frekuensi dan derajat badai dan topan dan
memperluas kawasan yang terpengaruh
Biological Pump
·
Kehidupan yang terdapat
di laut dapat mengontrol konsentrasi CO2 di atmosfer
·
Gas CO2 di
atmosfer sebanyak 700 miliar ton, di laut 35.000 miliar ton.
· Radiasi UV-B di
permukaan laut akan menyebabkan kematian fitoplankton sehingga penyerapan
karbon tidak efisien maka tingkat kandungan CO2 meningkat.
· Komunitas fitoplankton
juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan panas bumi melalui
pengontrolan perluasan dan ketebalan awan yang melewati lautan
· Jenis fito tertentu
mengeluarkan zat yang cepet berubah menjadi gas reaktif terhadap sulfur
(dimetyl sulfide atau DMS) pada saat lepas ke atm senyawa tsb teroksidasi
dengan cepat membentuk H2SO4. Cairan tersebut berperan sbg inti dlm proses
kondensasi pembentukan butiran uap di perm. Laut.
4.
Sumber Inspirasi dan Gagasan
Ilmu Pengetahuan
·
Karya seni
·
Meningkatkan
produktivitas
·
Budaya
Ilmu dan Teknologi
· Iptek penangkapan ikan (sintetik fibre, fish finder, fishing auxiliary
equipment)
·
Teknologi hasil
perikanan (downstream process)
·
Budidaya tambak dan
keramba apung
5.
Bioteknologi Kelautan
Pendayagunaan ilmu-ilmu
dasar dan rekayasa dlm upaya pemanfaatan substansi biologis secara terkendali
dan terarah utk menghasilkan barang atau jasa. Aplikasi Biotek terdiri dari
a. Produk Bahan Alami dari Laut
·
Karagenan (alga merah) :
susu, ice cream, pasta gigi, cat, kosmetik
·
Agarose: teknil
elektroforesis dan analisis kromatografi di lab
·
Ikan demersal dan
pelagis mengandung protein tinggi
·
Insulin dari ikan paus
dan tuna
·
Obat cacing dari alga
·
Toksin organisme laut
·
Industri pembuatan
tulang dan gigi dari karang
b. Pengendalian Pencemaran
·
Pembuatan media tumbuh
(nutrien) untuk mikroorganisme pengurai komponen minyak bumi
·
Nutrien dikembangkan
oleh Showa-Shell Petrol Patent
· Biosurfaktant untuk
menguraikan polutant minyak dan recovery minyak mentah. Sangat efektif krn 90%
minyak di dlm sludge dpt diperoleh kembali
·
Mikroalga dapat menyerap
nutrien dan mengolah limbah. Porphyridium cruentum (red alga) dpt menyerap
polutan nitrogen (NH4 dan NO3)
c. Pengendalian Biota Penempel (Anti fouling)
Ulva fasciata (green alga) dan lamun Zostera marina mengandung
bioaktif untuk menghambat pertumbuhan atau membasmi bakteri, spora alga, dan
cacing laut
6.
Jasa-Jasa Lingkungan Laut
Berikut ini adalah jasa-jasa lingkungan
laut: sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, pengatur iklim (climate
regulator), pariwisata bahari, media transportasi dan komunikasi, sumber
energi, kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi) dan sistem penunjang kehidupan.