wibiya widget

rss

KOMPONEN DAN ASPEK-ASPEK DALAM LITERASI SAINS

      Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (Rustaman et al., 2004). PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu:
  1. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains.
  2. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah. Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
  3. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
  4. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
  5. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang telah dipelajarinya.

      Dari hasil akhir proses sains ini, siswa diharapkan dapat menggunakan konsep-konsep sains dalam konteks yang berbeda dari yang telah dipelajarinya. PISA memandang pendidikan sains untuk mempersiapkan warganegara masa depan, yang mampu berpartisipasi dalam masyarakat yang akan semakin terpengaruh oleh kemajuan sains dan teknologi, perlu mengembangkan kemampuan anak untuk memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan keterbatasan sains. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, kemampuan untuk memperoleh pemahaman sains dan kemampuan untuk menginterpretasikan dan mematuhi fakta.  Alasan ini  yang menyebabkan PISA tahun 2003  menetapkan 3 komponen proses sains berikut ini dalam penilaian literasi sains.

1. Mendiskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains.
2. Memahami penyelidikan sains
3. Menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains.

PEMBELAJARAN LITERASI SAINS



            Pembelajaran literasi sains merupakan pembelajaran yang didasarkan pada pengembangan kemampuan pengetahuan sains di berbagai sendi kehidupan, mencari solusi permasalahan, membuat keputusan, dan meningkatkan kualitas hidup (Holbrook dan Rannikmae dalam Holbrook, 1998).
            Langkah-langkah pembelajaran literasi sains diadopsi dan diadaptasi dari proyek Chemie im Context atau ChiK (Nentwig et al., 2002) yang disesuaikan dengan kriteria pembelajaran berbasis literasi sains Holbrook (1998) dengan urutan sebagai berikut:

a. Tahap Kontak (Contact Phase)
            Pada tahap awal ini dikemukakan isu-isu atau masalah-masalah yang ada di masyarakat atau menggali berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar siswa yang dapat bersumber dari berita, artikel, atau pengalaman siswa sendiri. Topik tersebut kemudian dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari. Dengan begitu siswa diharapkan menyadari pentingnya memahami materi tersebut.

b. Tahap Kuriositi (Curiosity Phase)
            Pada tahap ini dikemukakan permasalahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengundang rasa penasaran dan keingintahuan siswa. Pertanyaan ini berkaitan dengan isu atau masalah yang telah dibicarakan dan untuk mampu menjawabnya, siswa memerlukan pengetahuan dari materi yang akan dipelajari.

c. Tahap Elaborasi (Elaboration Phase)
            Pada tahap ini dilakukan eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep sampai pertanyaan pada tahap kuriositi dapat terjawab. Eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya ceramah bermakna, diskusi dan kegiatan praktikum, atau gabungan dari ketiganya. Melalui kegiatan inilah berbagai kemampuan siswa akan tergali lebih dalam, baik aspek pengetahuan, keterampilan proses, maupun nilai dan sikap.

d. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Making Phase)
            Pada tahap ini dilakukan pengambilan keputusan bersama dari permasalahan yang dimunculkan pada tahap kuriositi. Dengan begini, penyelesaian dan permasalhan yang muncul tersebut jelas dan benar-benar dapat dipahami oleh siswa tanpa ada keraguan.

e. Tahap Nexus (Nexus Phase)
            Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan intisari (konsep dasar) dan materi yang dipelajari, kemudian mengaplikasikannya pada konteks yang lain (dekontekstualsasi), artinya masalah yang sama diberikan dalam konteks yang berbeda dimana memerlukan konsep pengetahuan yang sama untuk pemecahannya (Nentwig et al,. 2002). Tahap ini dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif dan bermakna, tidak hanya di dalam konteks pembelajaran tetapi juga di luar konteks pembelajaran.

f. Tahap Penilaian (Assesment Phase)
            Pada tahap ini dilakukan penilaian pembelajaran secara keseluruhan yang berguna untuk menilai keberhasilan belajar siswa. Penilaian dilakukan bukan hanya untuk menilai aspek pengetahuan atau konten saja, tetapi juga aspek proses, aspek konteks aplikasi, dan aspek sikap sains.

HUBUNGAN LITERASI SAINS DENGAN PISA

PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi literasi yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP dan Kelas I SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy). Penelitian yang dilakukan PISA meliputi tiga periode, yaitu tahun 2000, 2003, dan 2006.

Pada tahun 2000 penelitian PISA difokuskan kepada kemampuan membaca, sementara dua aspek lainnya menjadi pendamping. Pada tahun 2003 aspek matematika menjadi fokus utama kemudian diteruskan aspek sains pada tahun 2006. Studi PISA yang dilaksanakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation & Development) dan Unesco Institute for Statistics bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa pada akhir usia wajib belajar untuk mengetahui kesiapan siswa menghadapi tantangan pengetahuan dimasyarakat (knowledge society). Penilaian yang dilakukan dalam PISA berorientasi ke masa depan, yaitu menguji kemampuan anak muda itu untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata, tidak semata-mata mengukur kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah.

Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai “ the capacity to use scientific knowledge, to identify questions and to draw evidence-based conclusions in order to understand and help make decisions about the natural world and the changes made to it through human activity”. Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu. PISA juga menilai pemahaman peserta didik terhadap karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan pentingnya sains dan teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains, sebagai manusia  yang reflektif. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa, apakah meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Berpikir ilmiah merupakan tuntutan warga negara, bukan hanya ilmuwan. 
 

Komentar

Tag

Bahan Ajar (42) Biologi (33) Fisika (20) Guru (30) IPA (44) Kesehatan (11) Kimia (25) Kuliah (26) Media (3) Pembelajaran (56) Pendidikan (58) Penelitian (13) PLH (1)

Follower

Histats

Most Wanted