wibiya widget

rss

Teori Belajar Kontruktivisme

Konstruktivisme  adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Matthews, 1994) dalam (Paul, 1997:18).  Von Glasersfeld dalam Paul Suparno ( 1997:18) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (murid). Murid sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka ( Lorsbach & Tobin, 1992) dalam Paul Suparno (1997:19)
Menurut Widodo (2004) dalam Kasihani (2008:8) mengidentifikasi lima hal penting dari kontruktivisme yang berkaitan dengan pembelajaran yaitu : 1) pembelajaran telah memiliki pengetahuan awal, tidak ada pembelajaran yang otaknya benar-benar kosong. Pengetahuan awal memiliki peran penting pada saat siswa belajar tentang sesuatu hal yang ada kaitanya dengan apa yang telah diketahui; 2) belajar merupakan proses rekontruksi suatu pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki, Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari suatu sumber ke penerima, namun pembelajar sendiri yang mengkontruk pengetahuan; 3) belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar, karena pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. Hal ini belajar merupakan  proses mengubah pengetahuan awal siswa agar pengetahuan awal bisa berkembang menjadi suatu konstruk pengetahuan yang lebih besar; 4) proses pengkontruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu, Proses pengkontruksian pengetahuan berlangsung pada individu, namun sosial memainkan peran penting dalam proses tersebut sebab individu tidak terpisah dari individu lainnya; 5) pembelajar bertanggungjawab terhadap proses belajarnya, dalam hal ini guru berperan menyiapkan kondisi yang memungkinkan siswa belajar. Jadi guru atau siapapun tidak dapat memaksa siswa untuk belajar.
Teori konstruktivisme sangat berpengaruh dalam pembelajaran biologi. Teori belajar menurut pandangan Konstruktivisme, menyatakan bahwa anak tidak menerima begitu saja pengetahuan dari orang lain, tetapi anak secara aktif  membangun pengetahuannya yang sebelumnya anak sudah mempunyai kemampuan awal. Menurut Slavin (2008:13) Teori belajar konstruktivis ini menyatakan bahwa “siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai”. Dalam proses belajar seorang siswa harus berusaha mendapatkan pengetahuan sendiri. Bagi siswa agar  benar-benar memahami dan dapat menerapkan  pengetahuan,  mereka harus belajar bekerja memecahkan  masalah, dan  menemukan segala sesuatu untuk dirinya.
Secara ringkas gagasan kontruktivisme tentang pengetahuan disimpulkan sebagai berikut : 1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2). Subjek membentuk skema kognitif, ketegori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. 3). Pentehauan dibentuk  dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang (Paul Suparno, 1997:21)
Menurut teori kontruktivis untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang   dimilikinya melalui berinteraksi dengan peserta didik lain atau dengan gurunya. Melalui model pembelajaran penemuan terbimbing siswa  bisa dibagi menjadi kelompok kecil atau perorangan. Sehingga siswa bisa berdiskusi dan menyampaikan pendapatnya dalam proses penemuan konsep.
Tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivisme:
1)   Teori Belajar Penemuan Bruner
Bruner mengemukakan teori belajar penemuan dalam Ratna Wilis (1989:98) Inti dari belajar adalah ”bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasi informasi secara aktif”. Dalam belajar siswa diharapkan memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan dengan informasi yang diterima dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi untuk mencapai pemahaman yang diberikan. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan dengan mengubah kebentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketetapkan pengetahuan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Dari uraian di atas dapat dikatakan dalam meningkatkan prestasi belajar bagaimana kita metransformasi pelajaran kepada siswa. Seperti pada pembelajaran inkuiri terbimbing dengan multimedia dan lingkungan riil pada materi ekosistem transformasi ilmu kepada siswa sehingga dalam memahami apa yang ditransformasi yang sifatnya baru dapat bertahan lama dan terinspirasi yang dituangkan melalui multimedia dan lingkungan riil, dari proses pembelajaran inkuiri terbimbing dengan media tersebut siswa menemukan konsep-konsep yang dipelajari.
2)   Belajar Menurut Piaget
Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Teori ini menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam perkembangan intelektual.  Manusia tumbuh, beradaptasi dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, perkembangan kognitif (berpikir), dan perkembangan bahasa. Menurut Piaget, struktur intektual terbentuk pada waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain perkembagan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu menurut pandangan Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yakni organisasi dan adaptasi (Ratna Willis, 1996: 151).
Dikatakan juga bahwa adaptasi perkembangan intelektual terhadap lingkungan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungan. Sedangkan pada proses akomodasi diperlukan modifikasi struktuir mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan. Perkembangan kognitif sebagian tergantung pada akomodasi. Siswa harus memasuki area yang tidak dikenal untuk belajar. Siswa tidak dapat hanya mempelajari apa yang telah diketahuinya, dan tidak dapat hanya mengandalkan asimilasi. Sehingga untuk memperlancar perkembangan kognitif perlu adanya keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurut Jean Piaget dalam buku Syaiful Sagala (2005: 24) terdapat dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu 1) proses assimilation dimana dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokkan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu, siswa dengan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan multimedia dan lingkungan riil menerima informasi dari proses pembelajaran yang bisa berupa dari teman dalam satu kelompok maupun dari buku-buku pelajaran; 2) proses akomodasi yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang  baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik.

 

Komentar

Tag

Bahan Ajar (42) Biologi (33) Fisika (20) Guru (30) IPA (44) Kesehatan (11) Kimia (25) Kuliah (26) Media (3) Pembelajaran (56) Pendidikan (58) Penelitian (13) PLH (1)

Follower

Histats

Most Wanted